JAKARTA. Pemerintah berniat memangkas anggaran belanja di 80 kementerian dan lembaga pemerintah. Total anggaran yang dipangkas mencapai Rp 100 triliun. Penyusutan anggaran antara lain terjadi di sektor infrastruktur dan konstruksi. Alhasil, kondisi ini bisa mempengaruhi kinerja emiten sektor konstruksi seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Maklum, sebagian besar proyek emiten konstruksi berasal dari lembaga pemerintah. Meski terpengaruh, analis melihat efek pemangkasan anggaran belanja pemerintah ke WSKT tak signifikan. Analis BNI Securities, Thendra Crisnanda mengatakan, anggaran belanja pemerintah tak selalu terserap 100%. “Anggaran belanja tahun 2009-2012 hanya terserap 90%,” ujar dia.
Thendra yakin, WSKT tahun ini masih mendapat kontrak baru sesuai target. Apalagi, pemain di dalam negeri belum banyak dibandingkan jumlah pekerjaan infrastruktur. “Jadi permintaan kontrak untuk sektor konstruksi masih lebih besar daripada suplai perusahaan konstruksi,” kata dia. Thendra menilai, bisnis WSKT masih solid. Hingga Mei 2014, WSKT telah meneken kontrak baru Rp 4,95 triliun. Jumlah ini setara 26,47% target kontrak baru tahun ini sebesar Rp 18,7 triliun. Persentase kontrak WSKT berada di atas pemain lain, seperti PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang baru meraih 14,21% dari target kontrak baru tahun ini, juga PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang mendapat 25% target kontrak tahun ini, per Mei 2014. Analis BCA Sekuritas, Aurelia Amanda Barus, dalam risetnya per 30 April 2014 menyatakan, pencapaian kontrak baru WSKT didukung model bisnis yang solid dengan cabang terbesar di Indonesia. Hal ini membantu WSKT untuk mendapat kontrak lebih banyak di luar Jawa ketimbang pemain lain. Pada tahun pemilu ini, Thendra melihat pertumbuhan sektor properti dan infrastruktur akan tertahan hingga ditetapkan presiden terpilih. “Setelah pemilu, infrastruktur akan diprioritaskan,” ujar dia. Selain infrastruktur, WSKT tengah menggeluti bisnis properti. Aurelia menilai WSKT memulai langkah bagus di bisnis properti. Pada Februari 2014, WSKT menjual 80% proyek properti hasil kerjasama dengan PT Trinity Properti Group di Alam Sutera, Serpong, selama
soft launch. Proyek ini meliputi apartemen berbagai ukuran, rumah kantor dan
small office home office (SOHO). Aurelia memprediksi proyek ini menyumbang pendapatan Rp 1,1 triliun dan laba bersih Rp 106 miliar.
Meski banyak peluang, Thendra melihat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat masih menjadi tantangan bagi WSKT tahun ini. Pasalnya, 80% komponen konstruksi WSKT masih impor. Analis Indo Premier Securities, Natalia Susanto dalam riset per 15 April 2014 menyebutkan, WSKT berupaya mengurangi efek koreksi rupiah dengan menegosiasikan kontrak dalam dollar AS. Hasilnya hanya 12% dari total kontrak yang terkena dampak pelemahan rupiah. Tiga analis kompak merekomendasikan
buy saham WSKT. Natalia memasang target Rp 1.000 per saham dan Thendra menetapkan target Rp 800 per saham. Sedangkan Aurelia menargetkan harga Rp 960 per saham. Harga saham WSKT, pada Selasa (10/6), tutup naik 3,08% menjadi Rp 670 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro