Di tahun politik, tak mudah mengurangi subsidi BBM



JAKARTA. Head of Asia Pacific Economic and Market Analysis Citigroup, Johanna Chua, menyebut tendensi pemerintah untuk mencabut atau setidaknya mengurangi subsidi BBM di tahun politik 2014 sangat minim.

Padahal, Johanna menilai, dampaknya sangat besar baik untuk masyarakat Indonesia maupun ekonomi secara keseluruhan.

"Yang terpenting bagaimana dampaknya ke current account deficit, mencegahnya menjadi melebar," paparnya di The 14th Annual Citi Economic and Political Outlook, Hotel Four Seasons, Jakarta, Rabu (16/4). Johanna menilai, sudah menjadi rahasia umum jika subsidi BBM merupakan program inefisien karena tidak tepat sasaran. Dana ratusan triliun rupiah pun bisa dialokasikan ke tempat lain.


Penghapusan subsidi BBM dinilai sebagai satu faktor penting untuk stabilitas ekonomi, terlebih Indonesia tengah mengusung pemilihan presiden (pilpres) dalam kurang dari 90 hari mendatang. Terkait pilpres, pasar disebut menginginkan pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan tegas. Ketika disinggung nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang relatif disukai pasar, Johanna menilai, hal itu disebabkan rekam jejak pria yang akrab disapa Jokowi tersebut.

"Jokowi disebut cocok karena sudah menunjukkan kepemimpinan yang baik selama ini," ungkapnya. Meski demikian, Jokowi harus membuktikan kapabilitas untuk menerjemahkan pemerintahan di Jakarta ke skala nasional.

 Chief Country Officer Citibank Indonesia Tigor Siahaan menimpali, hingga saat ini pasar masih melihat semua kandidat berpotensi memenangkan pilpres. Tigor yakin, ke depan masih banyak konstelasi dan permutasi capres dan cawapres yang akan terjadi. Bagi pasar, yang terpenting adalah tercipta pemerintahan yang memiliki kepemimpinan yang kuat dalam mengambil keputusan.

"Pasar masih melihat potensi pilpres masih aman, demokratis dan lancar," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan