KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel menghadapi fluktuasi tinggi sejak awal tahun. Harga nikel di London Metal Exchange (LME) untuk kontrak pengiriman tiga bulanan sempat mencapai angka tertingginya sejak awal tahun di posisi US$ 19.709 per metrik ton pada 24 Februari 2021 lalu, naik 18,63% dibanding posisi harga 31 Desember 2020 yang sebesar US$ 16.613 per metrik ton. Tapi, harga nikel kembali turun ke US$ 16.013 per metrik ton pada perdagangan Jumat (12/3). Artinya, harga nikel ini justru turun 3,61% sejak awal tahun. Di tengah fluktuasi harga yang ada, strategi pengendalian biaya menjadi pegangan sejumlah emiten nikel dalam menjaga kinerja. SVP Corporate Secretary PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM), Kunto Hendrapawoko mengatakan, ANTM akan terus menjaga biaya produksi tetap rendah sembari mengevaluasi secara selektif dan cermat terhadap setiap perkembangan.
Dengan cara itu, ANTM berharap daya saing usaha produk perusahaan bisa tetap terjaga positif di tengah volatilitas harga komoditas internasional. “Pada prinsipnya Antam akan senantiasa melakukan evaluasi dan juga melihat perkembangan bisnis, dalam hal ini bisnis nikel global,” ujar Kunto kepada Kontan.co.id, Kamis (11/3).
Baca Juga: Laba bersih Aneka Tambang (ANTM) melesat 492% menjadi Rp 1,15 triliun di tahun 2020 Kunto berujar, ANTM melihat bahwa prospek bisnis nikel tahun ini masih tetap akan tetap baik seiring dengan outlook pertumbuhan industri pengolahan nikel di dalam negeri. Makanya, sambil menekan biaya produksi, ANTM juga masih mengejar pertumbuhan produksi. ANTM menargetkan bisa memproduksi bijih nikel sebanyak 8,44 juta wet metric ton (wmt), meningkat 77% dibandingkan capaian produksi bijih nikel (unaudited) tahun 2020 yang sebesar 4,76 juta wmt. Peningkatan produksi bijih nikel tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan baku pabrik feronikel ANTM dan mendukung penjualan kepada pelanggan domestik. Emiten pelat merah ini menargetkan penjualan bijih nikel 6,71 juta wmt tahun ini, meningkat 104% dibandingkan capaian penjualan bijih nikel (unaudited) tahun 2020 yang sebesar 3,30 juta wmt. “Peningkatan target penjualan bijih nikel tersebut seiring dengan outlook pertumbuhan industri pengolahan nikel di dalam negeri,” tambah Kunto. Sementara itu untuk komoditas feronikel, Antam menargetkan volume produksi dan penjualan di tahun 2021 sebesar 26.000 ton nikel dalam feronikel (TNi). Angka tersebut naik tipis dibanding capaian produksi dan penjualan (unaudited) tahun 2020 masing-masing sebesar 25.970 TNi dan 26.163 TNi. Target produksi tersebut sejalan dengan optimalisasi produksi pabrik Feronikel Pomalaa di Sulawesi Tenggara.
Baca Juga: Tesla tidak batal investasi di Indonesia, namun bukan bangun pabrik mobil Senada, Chief Financial Officer (CFO) PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) Bernardus Irmanto mengatakan bahwa INCO menjadikan strategi pengendalian biaya dan peningkatan produktivitas sebagai kunci dalam menyiasati fluktuasi harga. Salah satu contohnya seperti dengan cara mengefisienkan penggunaan energi setiap output produksi. “Jadi fokus saja ke dua hal tersebut sambil memaksimalkan operasi produksi dengan tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan kerja,” tutur Bernardus saat dihubungi Kontan.co.id (10/3). Bernadus mengatakan, harga jual nikel INCO juga tidak terlepas dari pengaruh fluktuasi harga nikel global. INCO menggunakan rata-rata harga jual nikel bursa LME bulan sebelumnya dalam melakukan jual beli. Dus, semisal penurunan terjadi di bulan Maret, maka efeknya dirasakan di bulan April pada penjualan INCO.
Vale Indonesia menjual nikel dalam bentuk matte, yaitu produk antara yang digunakan dalam pembuatan nikel rafinasi dengan kandungan rata-rata 78% nikel, 1% kobalt, serta 20% sulfur dan logam lainnya. Tahun ini, INCO mengincar target produksi sekitar 64.000 ton. Angka tersebut lebih rendah dibanding target produksi INCO tahun sebelumnya. Dalam catatan Kontan.co.id, realisasi produksi nikel INCO di tahun 2020 mencapai 72.237 ton, sedangkan volume penjualannya mencapai sebanyak 72.846 ton.
Baca Juga: Pembangunan ulang tungku elektrik INCO mundur, simak rekomendasi analis berikut Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati