Di tengah pandemi, pamor produk farmasi herbal kian menanjak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri farmasi mengalami kenaikan yang signifikan pada kuartal tiga tahun 2020. Selain ketersediaan vaksin Covid-19 yang ditunggu-tunggu, konsumsi obat dan suplemen herbal dinilai penting oleh konsumen.

Hal ini sesuai dengan survei yang dilakukan oleh MarkPlus pada 112 responden di seluruh Indonesia. Survei ini dilakukan kepada responden dengan persebaran 41.1% berdomisili di Jabodetabek dan 58,9% di luar Jabodetabek, mayoritas responden berusia 35 sampai 44 tahun.

Tujuannya untuk mengidentifikasi perubahan perilaku masyarakat dan persepsi terhadap produk farmasi, preferensi channel pembelian dan mengetahui tingkat loyalitas terhadap produk farmasi selama pandemi.


Baca Juga: Ada pandemi, realisasi investasi sektor manufaktur naik 69,3% di kuartal III-2020

Selama pandemi, terdapat perubahan perilaku pembelian produk-produk farmasi di mana tiga produk paling sering dibeli adalah vitamin (68,8%), multi-vitamin (57,1%) dan madu (56,3%). 

Hasil survei juga memperlihatkan fakta bahwa 92% responden memiliki ketertarikan yang tinggi dalam membeli produk herbal. Responden mengaku alasan dari tingginya ketertarikan mereka adalah terbuat dari bahan-bahan alami (84,1%) dan tidak memiliki efek samping (69,6%).

“Frekuensi penggunaannya pun cukup sering di mana 39,3% responden mengkonsumsi produk kesehatan dua sampai tiga hari sekali dan 27,7% mengonsumsinya setiap hari,” papar Senior Business Analyst MarkPlus, Inc. Andi Magie Fitrahnurlia dalam The 2nd MarkPlus Industry Roundtable: Pharmaceutical Industry Perspective pada Selasa (17/11) secara virtual.

Dalam hal channel pembelian, kombinasi online dan offline terjadi di masyarakat. Sebagian besar masyarakat masih membeli produk farmasi dari toko obat atau mencari secara online namun tetap melakukan pembelian secara offline. Hanya 24,1% responden yang membeli produk farmasi sepenuhnya secara online, karena banyak persepsi masyarakat yang masih kurang percaya untuk membeli obat-obatan secara daring.

Baca Juga: Tertekan pandemi, simak target Kino Indonesia (KINO) hingga akhir tahun

Selain itu, sebagai imbas dari pandemi Covid-19, banyak merk obat-obatan tertentu yang menjadi sulit dicari di pasaran. Hal Ini mengakibatkan 65,2% responden memilih untuk beralih ke merek lain sehingga loyalitas terhadap suatu brand farmasi sangat kecil. Pelaku industri didorong untuk terus berinovasi demi keberlanjutan industri terutama dalam pemanfaatan teknologi digital.

Pharmaceutical companies kalau bisa memberikan informasi yang cukup komprehensif di website agar masyarakat bisa mengetahui dan tertarik untuk membeli produk tersebut,” tutup Magie.

Selanjutnya: Prodia Widyahusada (PRDA) menunda ekspansi 4 klinik di tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi