KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek kinerja emiten sektor batubara diperkirakan tetap lesu seiring harga batubara diproyeksi datar. Emiten batubara dengan kemampuan efisiensi lebih baik akan jadi pilihan menarik di saat harga batubara kurang mendukung. Analis Mirae Asset Sekuritas, Rizkia Darmawan mengatakan, lesunya kinerja emiten sektor batubara di kuartal pertama tahun ini karena harga jual rata-rata atau Average Selling Price (ASP) cenderung bergerak turun. Di sepanjang tahun 2024 ini, harga patokan batubara Newcastle relatif stabil rata-rata US$ 128 per ton. Harga batubara memang sempat ke level US$ 150 per ton, tetapi saat ini sudah melandai lagi ke US$ 130 per ton. Peningkatan sekilas tersebut kemungkinan besar didorong oleh kekhawatiran terhadap kondisi cuaca buruk, khususnya gelombang panas yang melanda Asia Tenggara.
Gelombang panas diperkirakan akan terjadi menyebabkan peningkatan permintaan listrik, terutama untuk keperluan pendinginan, dan mungkin juga penimbunan segera untuk mengantisipasi kebutuhan di masa depan. Oleh karena itu, permintaan diperkirakan juga meningkat di kawasan Asia Tenggara. Di sisi lain, walau permintaan China tidak sekencang tahun lalu, namun bukan berarti China mengurangi ekspornya terhadap batubara Indonesia. Permintaan dari India juga cukup baik. Serta, Vietnam juga perlu menjadi sorotan karena adanya kenaikan permintaan. Baca Juga:
Polemik dan Protes FCA Masih Merebak, Ini Respons BEI Soal Papan Pemantauan Khusus Namun demikian, Rizkia menilai bahwa harga batubara kemungkinan tidak akan melompat lagi, kecuali adanya eskalasi perang yang bisa meningkatkan harga komoditas energi. Oleh karena itu, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan harga batubara global akan cenderung datar (
sideways) di kisaran US$ 126 per ton untuk tahun 2024. “Harga batubara memang fluktuatif, tetapi kami tidak ekspektasi harganya bakal lompat signifikan,” jelas Rizkia kepada Kontan.co.id, Jumat (21/6). Dari sisi produksi, Rizkia melihat, volume produksi emiten batubara mungkin akan meningkat pada kuartal kedua dan kuartal ketiga. Biasanya volume produksi mencapai puncak selama periode tersebut. Selama 3 tahun terakhir, produksi batubara Indonesia mencapai puncaknya pada periode kedua dan kedua kuartal ketiga karena kondisi cuaca kering yang menguntungkan bagi para penambang. Tahun ini diperkirakan pola tersebut masih akan berlanjut seiring dengan terjadinya gelombang panas yang baru-baru ini terjadi di Asia Tenggara. Rizkia menyebutkan, emiten batubara dengan dampak paling signifikan dari pelemahan batubara layak menjadi pilihan saat ini. Di samping itu, perlu diperhatikan mana saja emiten batubara dengan pengelolaan biaya produksi lebih baik. Oleh karena itu pula, Rizkia menilai wajar pergerakan saham
ADRO tetap positif daripada saham emiten batubara lainnya seperti
PTBA,
ITMG,
HRUM. Sebab, ASP batubara ADRO tetap solid secara tahunan walaupun cukup flat secara kuartalan di kuartal I-2024.
Baca Juga: Prospek Emiten Pelat Merah Belum Bergairah, Cermati Saham Pilihan Analis Di samping itu, ADRO merupakan yang paling baik dalam efisiensi biaya daripada emiten-emiten besar lainnya. Dari sisi penetapan biaya, beban pokok pendapatan pada kuartal pertama turun sebesar 17% secara kuartalan menjadi US$ 815 juta, terutama didukung oleh tarif royalti yang lebih rendah seiring dengan rendahnya harga ASP dan HBA. Selain itu, biaya tunai turun 33% secara kuartalan menjadi US$ 51,6 per ton. “Jadi memang kita lihat sekarang sektor ini cenderung pilih emiten yang lebih memang memiliki biaya produksi lebih baik dan salah satunya adalah ADRO,” tutur RIzkia. Analis Indo Premier Sekuritas Reggie Parengkuan memaparkan, kinerja ADRO telah melewati konsensus karena biaya tunai berada di bawah ekspektasi seiring rasio pengupasan tanah yang lebih rendah. Sementara itu, pendapatan PTBA dan ITMG berada di bawah konsensus karena biaya tunai berada di atas ekspektasi pada biaya kereta api untuk PTBA dan biaya pertambangan untuk ITMG. Reggie memperkirakan, pencapaian pendapatan emiten batubara akan terus beragam pada kuartal mendatang. Berkaca pada hasil kuartal pertama 2024, ADRO akan terus mengungguli perusahaan batubara lainnya.
Sementara itu, PTBA dan ITMG kemungkinan kinerjanya masih akan buruk. Di sisi biaya, kemungkinan adanya peningkatan biaya tunai pada kuartal kedua yang berasal dari biaya penambangan didukung oleh harga minyak yang lebih tinggi. “Kami memperkirakan pencapaian kinerja emiten batubara akan terus beragam pada kuartal mendatang,” ungkap Reggie dalam riset 20 Mei 2024. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari