Dia membawa Bank Indonesia keluar dari text book



Masa jabatan Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) akan habis dan segera digantikan oleh Agus Dermawan Wintarto Martowardojo yang akan dilantik, Jumat (24/5) ini.

Selama empat tahun menjadi orang nomor satu di bank sentral, Darmin berhasil menorehkan tinta emas. Mantan Direktorat Jenderal Pajak ini berani melakukan terobosan-terobosan di luar pakem  BI yang selama ini sudah mapan.

Salah satu terobosannya, membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Kebijakan ini muncul sebagai kelanjutan aturan kewajiban memegang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) minimal 1 bulan atau one month holding period. BI menganggap sudah tidak waktunya SBI digunakan untuk menyerap capital inflow atau masuknya dana asing.


Darmin menganggap, kebijakan tersebut harus diambil, karena semakin banyak investor asing yang berspekulasi mengalihkan dana mereka ke SBN. Spekulan yang keluar masuk SBN bisa mengganggu pasar keuangan.

Kebijakan ini mampu mengurangi biaya BI dalam operasi moneter. Bunga SBN dibayarkan pemerintah dan BI juga mendapat tambahan penghasilan dari bunga sehingga bisa mengurangi defisit neraca BI.

Awalnya, kebijakan ini mendapat tantangan  keras dari internal BI, terutama Deputi Gubernur Budi Mulya dan Direktur Eksekutif Riset dan Kebijakan Moneter, Perry Warjiyo. Keduanya beralasan, kebijakan tersebut tidak lumrah

Kebijakan ini juga akan menguras cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan menyebabkan citra BI di mata dunia memburuk. "Saya memang bukan orang moneter, tetapi saya senang karena mampu membuat orang-orang pintar di BI berpikir di luar text book," ujarnya, Senin (22/5).

Sukses meyakinkan internal BI, Darmin harus berhadapan dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Kreditur internasional ini mempertanyakan langkah BI yang aktif mengumpulkan SBN asing di pasar. IMF berpendapat, langkah ini menyebabkan investor asing tak mendapatkan untung.

Namun, Darmin cuek bebek. Baginya, 3% merupakan imbal hasil yang pantas dan normal. Ia membandingkan, di negara seperti Amerika Serikat, imbal hasil surat utang hanya 0,25%.

Kebijakan ini sukses besar.Kebijakan ini berhasil mengurangi ketergantungan BI pada SBI dalam menyerap likuiditas. Bahkan BI berani menghapuskan SBI tenor 1 bulan dan 3 bulan serta menggantinya dengan SBI tenor 6 bulan dan 9 bulan.

Kebijakan ini berhasil menyehatkan neraca BI. Dua tahun terakhir neraca BI mencatatkan surplus. Pada 2012, surplus neraca BI mencapai Rp 5,82 triliun.

Kebijakan ini juga berimbas positif pada pemerintah. Acuan obligasi rekapitalisasi beralih dari SBI 3 bulan menjadi Surat Utang Negara (SUN) 3 bulan. Hal ini mengakibatkan beban bunga pemerintah semakin ringan. Perbandingannya, imbal hasil SUN 3 bulan 3%, padahal bila merujuk pada SBI 3 bulan bunga yang dibayarkan bisa mencapai 6%.

Darmin juga mempertontonkan terobosan besar ketika menjatuhkan sanksi kartu kredit pada Citibank. Kasus ini bermula dari terbunuhnya Irzen Okta, nasabah Citibank di tangan debt collector.

Kala itu, Irzen yang merupakan pengurus Partai Pemersatu Bangsa (PPB) ingin meminta kejelasan atas meningkatnya tagihan kartu kredit dari Rp 48 juta dan Rp 100 juta. Tapi akhirnya, Irzen ditemukan meninggal dunia.

BI langsung  melakukan Rapat Dewan Gubernur  (RDG) yang membahas masalah ini. BI juga mengirimkan tim investigasi guna mempelajari prosedur operasi standar (SOP) penagihan Citibank.

Tapi, hasil RDG tersebut tidak memuaskan Darmin. Pasalnya, setelah memeriksa beberapa aturan kartu kredit, hukuman maksimal hanya enam bulan. Darmin bersikeras, Citibank harus dihukum lebih berat, terbunuhnya Irzen menunjukkan proses penagihan berlebihan.

Setelah pembicaraan dan diskusi panjang lebar, akhirnya BI menjatuhkan larangan penambahan nasabah baru kartu kredit  Citibank selama 2 tahun. BI juga memaksa bank asal Amerika tersebut menggunakan debt collector internal. Ketika rapat pengambilan keputusan tersebut berlangsung, tim pelobi Citibank berada di lingkungan BI

Terobosan lain adalah  interkoneksi mesin ATM milik Bank Central Asia (BCA) dan Bank Mandiri. Sudah rahasia umum, kedua bank besar ini selalu bersaing sehingga berusaha memberikan layanan eksklusif pada nasabah mereka. Darmin merupakan tokoh di balik mencairnya keengganan dua bank kakap tersebut.    n

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: