Diadang Pelemahan Harga Komoditas, Intip Prospek Emiten Tambang Tahun Ini



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelemahan komoditas masih menjadi momok bagi emiten pertambangan mineral dan batubara. Hal ini tercermin dari kinerja sejumlah perusahaan tambang besar sepanjang tahun lalu.

Di sektor batubara misalnya, pendapatan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menurun 35% menjadi senilai US$ 2,37 miliar di 2023. Laba bersih emiten tambang batubara ini terkoreksi hingga 58,30% menjadi US$ 500,33 juta per akhir 2023.

Salah satu penyebab penurunan kinerja ITMG adalah penurunan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP). Realisasi harga jual rata-rata batubara ITMG sepanjang tahun lalu merosot hingga  41% dari semula US$ 192 per ton di 2022 menjadi US$ 113 per ton.


Nasib PT United Tractors Tbk (UNTR) sedikit lebih beruntung. Laba bersih UNTR memang turun tipis 2% menjadi Rp 20,61 triliun, tetapi terjadi peningkatan pendapatan bersih sepanjang 2023. UNTR membukukan pendapatan konsolidasian mencapai Rp 128,6 triliun per akhir 2023. Realisasi ini meningkat sebesar 4% jika dibandingkan pendapatan tahun 2022 yang sebesar Rp 123,60 triliun.

Baca Juga: IHSG Turun Saat Buka Pasar Kamis (29/2), MEDC, AMRT, ASII Top Gainers LQ45

Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memproyeksi harga batubara pada tahun ini akan menurun. Dia memperkirakan harga batubara pada tahun 2024 akan berkisar antara US$ 117 per ton sampai dengan US$ 140 per ton.

Tahun ini, pasar batubara diperkirakan masih mengalami kelebihan pasokan alias oversupply. Meski permintaan ekspor, terutama dari China dan India diperkirakan meningkat, suplai batubara termasuk dari Indonesia diperkirakan cukup tinggi.

Outlook batubara tahun ini juga dibayangi oleh perlambatan ekonomi global. “Perlambatan ekonomi global dapat mengurangi permintaan batubara,” terang Sukarno.

Dus, Kiwoom Sekuritas memperkirakan top line dan bottom line emiten batubara akan menyusut tahun ini sejalan penurunan dengan proyeksi harga jual rata-rata.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham INKP, GGRM, dan AMRT dari Investindo Nusantara, Kamis (29/2)

Kondisi surplus juga membayangi industri nikel. Pada tahun ini, analis Mirae  Asset Sekuritas Rizkia Darmawan memperkirakan harga nikel London Metal Exchange (LME) akan berada pada level US$ 15.000 per ton sampai US$ 18.000 per ton. “Meskipun peningkatan manufaktur di China bisa memulihkan harga nikel, kami tetap mewaspadai adanya surplus produksi,” terang Rizkia.

Rizkia menyematkan rating netral terhadap sektor nikel. Untuk saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Rizkia menyematkan rekomendasi trading buy dengan target harga Rp 4.500 per saham.

Per akhir 2023, laba bersih produsen nikel matte ini naik 36,89% menjadi US$ 274,33 juta dengan  pendapatan naik 4,65% menjadi US$ 1,23 miliar. Hasil kinerja keuangan INCO tersebut sejalan dengan perkiraan Mirae Asset dan konsensus.

Mirae Asset juga menyematkan rating trading buy untuk saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga Rp 1.850 per saham. Prospek jangka pendek ANTM didorong oleh perkiraan peningkatan volume penjualan feronikel (FeNi) sejalan dengan kenaikan kapasitas  smelter.

Sedangkan menurut Sukarno, valuasi emiten batubara masih tergolong murah. Namun, Sukarno menyarankan untuk menunggu momentum yang tepat untuk masuk kembali ke saham batubara, baik dengan mempertimbangkan faktor fundamental maupun teknikal

Kiwoom Sekuritas memberikan rating trading sell untuk saham emiten batubara yang berada dalam cakupan analisisnya, dengan target harga masing-masing Rp 21.550 untuk saham ITMG, Rp 2.160 untuk saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Rp 2.350 untuk saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati