Diadukan OJK dan Bank Indonesia, polisi bekuk bos Swissindo



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gembong United Nations Swissindo World Trust International Orbit (UN Swissindo), Soegiharto Notonegoro alias Sino, yang menjalankan aksi penipuan pelunasan kredit macet, ditangkap polisi. Daniel Tahi Monang Silitonga Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri mengatakan, penangkapan Sino berdasarkan atas laporan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia (BI).

"UN Swissindo beraksi dengan menawarkan sebuah sertifikat bagi masyarakat guna pelunasan kredit macet yang jelas merupakan penipuan. BI dan OJK pun melaporkan ke kami," tutur Daniel saat dihubungi KONTAN, Kamis (2/8). Daniel mengatakan, Sino ditangkap di rumahnya yang ada di Cirebon siang hari tadi.

Daniel menambahkan, pihaknya sudah beberapa lama mendapatkan informasi tentang keberadaan Sino di Cirebon. Pihaknya pernah mencoba menangkap namun gagal. "Kali ini, pelaku berhasil kami ringkus," ucap Daniel.


Lantaran belum melakukan pemeriksaan, Daniel mengaku belum mendapat informasi mengenai jumlah dana yang berhasil dikumpulkan Sino bersama UN Swissindo dari aksi penipuan dengan modus penjualan sertifikat pelunasan utang tersebut.

Sekadar mengingatkan, pada 1 November 2016 silam, Satgas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) mengumumkan aksi penipuan yang dilakukan oleh UN Swissindo bersama dua investasi ilegal lainnya, yakni PT Cakrabuana Sukses Indonesia (CSI) dan Dream for Freedom. CSI sendiri terindikasi berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp 700 miliar.

Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing pernah mengatakan, UN Swissindo menawarkan surat pelunasan kredit macet, yang bisa ditukarkan ke bank. Perusahaan itu mengaku punya uang yang sangat-sangat besar hingga US$ 6,1 triliun dolar. UN Swissindo mengklaim bisa melunasi seluruh utang masyarakat Indonesia. Mereka pun menerbitkan surat lunas bagi nasabah bank. "Nasabah yang tertipu, membawa surat tersebut ke bank dan mengatakan utangnya sudah lunas. Tapi ya mana ada bank yang menerima. Perjanjian kredit kan perjanjian perdata antara bank dan nasabah," tutur Tongam.

Tongam menambahkan, meski mengaku super kaya, perusahaan tersebut masih mengutip uang berkisar Rp 300.000 hingga Rp 600.000 dari nasabah yang ingin mendapat sertifikat pelunasan utang itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yuwono triatmojo