Diajukan masuk PKPU, Pertamina EP: Permohonan salah sasaran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Vice President Legal & Relation PT Pertamina EP Edy Sunaedy bilang, pihaknya tak bisa dimintai pertanggungjawaban atas permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari PT Karya Sejahtera Pratama. Edy beralasan, Pertamina EP dan Karya Sejahtera tak memiliki hubungan hukum.

"Memang agak aneh, Pertamina EP diajukan sebagai termohon. Pemohon dengan Pertamina EP tak memiliki hubungan hukum," kata Edy saat dihubungi KONTAN, Senin (3/9).

Asal tahu saja, Karya Sejahtera memang telah mengajukan permohonan PKPU atas tagihannya kepada Kerjasama Operasi (KSO) yang dibentuk Pertmina EP bersama mitranya, PT Santika Pendopo Energy. Permohonan PKPU dari Karya Sejahtera ini terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 136/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst pada 29 Agustus 2018.


Lantaran KSO tak memiliki badan hukum, maka pendirinya, Pertamina EP, dan Santika Pendopo turut diajukan jadi termohon untuk dimintai tanggung jawab atas tagihan Karya Sejahtera.

"Patut kiranya, termohon 2 (Pertamina EP), dan termohon 3 (Santika Pendopo) sebagai pihak yang mendirikan termohon 1 (KSO Pertamina EP-Santika Pendopo) turut mempunyai tanggung jawab secara tanggung renteng atas utang-utang yang dibuat oleh termohon 1 kepada pemohon (Karya Sejahtera)," tulis Kuasa Hukum Karya Sejahtera, Irfan Fahmi dari Kantor Advokat IF & Rekan dalam berkas permohonan yang didapatkan KONTAN.

KSO sendiri dimulai melalui Perjanjian Kerjasama Operasi (PKO) antara Pertamina EP dengan Santika Pendopo pada 5 Juni 2010, dan kontraknya akan berakhir pada 4 Juni 2025. KSO ini menggarap ekplorasi dan ekploitasi minyak di Talang Akar, sebuah desa di Sumatera Selatan.

Edy menjelaskan, dalam skema KSO, Pertamina EP sejatinya tak melakukan investasi. Pun kegiatan eksplorasi dan ekploitasi sepenuhnya digarap perusahaan mitra. Berbeda dengan skema Joint Operating Body (JOB) dimana Pertamina EP turut berinvestasi membentuk perusahaan patungan dengan mitra.

"KSO memang bukan badan hukum, KSO bentuk kerjasama. Misalnya soal Cepu, Cepu dikelola dia (mitra) yang lakukan kegiatan, nanti hasilnya baru dibagi. Tapi kita tak menanamkan uang disana, semua dari dia (mitra)," jelas Edy

Oleh karenanya, ia bilang, Pertamina EP tak bisa turut menanggung utang yang ditimbulkan oleh KSO. Perusahaan mitra yang seharusnya bertanggung jawab penuh.

"Dalam hal ini, kami bekerjasama dengan PT Santika Pendopo Energy. Nah, Santika yang harus bertanggungjawab, karena dia kemudian yang berurusan dengan vendornya," lanjut Edy.

Dalan permohonannya, Karya Sejahtera menagihkan sewa peralatan yang disediakannya kepada KSO. Ada dua perjanjian sewa yang disepakati. Perjanjian sewa pertama punya nilai kerjasama senilai US$ 203.431, dan baru dibayarkan senilai US$ 29.627. Sementara, perjanjian sewa kedua miliki nilai kerjasama Rp 3,45 miliar, dan baru dibayar senilai Rp 2,06 miliar.

"Maka sisa jumlah utang yang belum dibayar terdiri dari perjanjian pertama senilai US$ 173.803, dan perjanjian kedua senilai Rp 1,39 miliar," kata Irfan.

Nah terkait sisa tagihan itu, Karya Sejahtera telah mengajukan somasi guna menagih kepada Karya Sejahtera hingga tiga kali. Masing-masing pada 16 Mei 2017, 8 September 2017, dan 29 Maret 2017. Meski demikian, sisa tagihan tersebut tak juga dilunasi.

"Berdasarkan uraian di atas, secara sederhana terbukti bahwa termohon 1, mempunyai utang kepada pemohon yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih," imbuh Irfan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat