Dialog G20-B20: Dorong Perdagangan & Investasi Berkelanjutan untuk Pemulihan Ekonomi



KONTAN.CO.ID - B20 Indonesia Trade and Investment Task Force (T&I TF) menyelenggarakan forum dialog yang menghadirkan menteri negara G20 dan stakeholder global, termasuk para pemimpin asosiasi bisnis negara-negara G20 dan perwakilan publik di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia, pada Jum’at sore (23/9). Dialog yang diselenggarakan secara hybrid ini mengulas dan memberikan rekomendasi penting perdagangan dan investasi guna memulihkan kondisi ekonomi global dengan inklusivitas, inovasi berkelanjutan, dan teknologi.

Chair of B20 Indonesia, Shinta Kamdani menekankan pentingnya inklusivitas sebagai respon dalam menghadapi situasi global pasca pandemi COVID-19. Ia menilai, inklusivitas dapat mempercepat transformasi pemulihan ekonomi global, di antaranya mendorong perdagangan dan investasi berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia, lanjut Shinta, juga mendukung usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi pemain baru dalam rantai pasok global sebagai solusi pemulihan ekonomi nasional dan global. “Dalam kesempatan ini, saya ingin menekankan pada dua legacy B20 Indonesia, khususnya yang terkait dengan B20 T&I TF, yakni B20 Wiki dan Carbon Center of Excellence. B20 Indonesia terus mendukung UMKM, untuk meningkatkan bisnis mereka sehingga bisnis yang mereka jalani dapat memasuki global supply chain. Sementara Carbon Center of Excellence akan membantu dan memandu dunia usaha dalam memahami perdagangan karbon melalui hub pengetahuan serta best practice sharing center,” ujar Shinta.


Shinta yang juga menjabat sebagai CEO Sintesa Group menekankan, perempuan juga punya peran strategis dalam memulihkan kondisi ekonomi dengan menjadi partisipan, asalkan diberikan ruang pelatihan dan eksplorasi bisnis guna mengembangkan usaha yang sedang ditekuni.

“Bantuan keuangan dan infrastruktur juga penting untuk meningkatkan akses pada sumber-sumber yang terjangkau dan berkelanjutan bagi UMKM, perempuan, dan pengusaha untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam mendorong perekonomian global,” kata Shinta saat memberikan sambutan.

Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan Indonesia akan mendukung rantai pasok global dengan memperbaiki iklim bisnis. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah memastikan regulasi yang mendorong pengusaha untuk lebih berinovasi untuk kebutuhan global.

Airlangga juga merekomendasikan undang-undang perdagangan dan ketenagakerjaan yang berfokus pada pemulihan ekonomi sebagai solusi Indonesia menghadapi tekanan ekonomi global. Baginya, dua hal itu mampu menjadi magnet promosi bagi investor yang ingin menanamkan modal di Indonesia.

“Indonesia telah mengeluarkan undang-undang. Kita di dalamnya juga mengatur mengenai perdagangan dan ketenagakerjaan, dan ini adalah satu langkah kita, cara untuk memperbaiki perekonomian Indonesia yang fokusnya adalah pada investasi. Dan, juga pada promosi untuk melakukan kemudahan terhadap bisnis dan Indonesia juga terus meningkatkan peluang-peluang investasi,” ujarnya.

Sebagai pemangku kebijakan, Airlangga juga menyiapkan berbagai proyek nasional di berbagai daerah untuk menumbuhkan ekonomi daerah. Dengan proyek ini, diharapkan pemerintah bisa membuka lapangan pekerjaan kepada masyarakat dan meningkatkan pendapatan daerah agar ekonomi antardaerah tidak timpang.

Dukungan serupa juga diserukan oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Zulkifli Hasan. Berbeda dengan Airlangga, Zulkifli lebih berfokus pada reformasi WTO sebagai solusi penguatan ekonomi dan supply chain ke berbagai belahan dunia. Menurutnya, WTO harus memperkuat sistem perdagangan multilateral dan penguatan perdagangan digital agar keberlanjutan segera tercapai.

“Kami menyepakati melakukan reformasi WTO terkait perdagangan bebas, memperkuat sistem perdagangan multilateral dan mendukung produksi vaksin Covid-19 yang adil, merata dan terjangkau serta penguatan perdagangan digital dan rantai nilai berkelanjutan,” ujar Zulkifli.

Reformasi WTO untuk Perdagangan Multilateral

Sulit dipungkiri bahwa reformasi World Trade Organization (WTO) berperan penting bagi perekonomian dunia. Untuk itu, WTO harus mampu menjembatani perdagangan bebas dan sistem perdagangan antar negara. Dua hal itu dianggap mampu membuka peluang “kesembuhan” ekonomi global. Apalagi banyak isu tentang negara berkembang di WTO yang sering dianggap “mubazir” karena produknya sulit bersaing dengan produk buatan negara maju.

Vice President of Confidustria, Barbara Beltrame, menyambut baik forum ini dengan mendukung reformasi WTO. Dalam kancah global, Barbara juga pernah mendorong WTO untuk mengatasi 3 hal, yaitu krisis ekonomi saat COVID-19, invasi Rusia di Ukraina, dan pasca COVID-19.

Menurutnya, reformasi WTO harus dibuat sebagai keputusan yang efektif agar ekonomi dunia bertransformasi lebih baik. Ia juga mencontohkan Indonesia yang mampu memulihkan ekonomi dengan cara membuka peluang inovasi dan investasi.

“Kami juga menyambut adanya upaya untuk memperbaiki tata kelola di WTO. Perbaikan ini bisa mengubah tatanan perekonomian lebih cepat. Seperti Indonesia, yang bisa memberikan nilai tambah yang penting terkait regulasi dengan perdagangan,” kata Barbara.

Pernyataan senada juga dilontarkan Chief Economist of Asia Development Bank (ADB), Albert Park, yang menilai reformasi WTO sebagai jawaban krisis sumber daya dan ketimpangan ekonomi. Seandainya ada perubahan aturan di tubuh WTO, perdagangan multilateral menjadi opsi investasi dalam membangun ekonomi global.

Berdasarkan data ADB, pertumbuhan negara berkembang negara Asia dan Pasifik naik 4,3%. Berdasarkan Asian Development Outlook 2022 terbaru, ekonomi kawasan ini bisa tumbuh lebih tinggi, sebesar 4,9% pada tahun 2023 nanti. Dengan angka itu, Albert menganggap ekonomi Asia mampu tumbuh secara inklusif di masa depan karena menjadi sumber ketangguhan perusahaan dan negara dalam menghadapi perubahan global.

“Akan tetapi kalau kita lihat masa mendatang, seiring dengan apa yang terjadi, investasi memang merupakan penggarap utama dalam pertumbuhan dan juga dalam pembangunan inklusif di Asia. Satu hal yang kita pelajari adalah karena ini juga merupakan salah satu sumber ketahanan atau ketangguhan perusahaan merespon perubahan global,” kata Albert.

Investasi dan perdagangan multilateral, sambung Albert, dapat membantu sektor ekonomi untuk banyak negara. Agar segera terealisasi, dua rekomendasi itu pun harus didukung regulasi dan komunikasi efektif kepada semua stakeholder guna memajukan rantai bisnis global.

Peran Perusahaan Farmasi dan Teknologi untuk Inklusivitas

Dukungan inklusivitas juga datang dari perusahaan farmasi dan teknologi. CEO of Bayer ASEAN, Ernst Coppens menyampaikan taraf hidup layak punya andil untuk bisnis berkelanjutan. Perusahaannya pun menganggap hidup layak sebagai komitmen bisnis model inklusif yang menjadi pilihan solusi transformasi ekonomi di masa mendatang.

Coppens mencontohkan perusahaannya yang ikut menyejahterakan petani dan UMKM sebagai salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Dengan itu, para tulang punggung negara itu bisa hidup lebih layak dan kegiatan bisnis berjalan dengan semestinya.

“Kami juga telah menambahkan dua sektor bisnis lainnya, farmasi dan sektor kesehatan. Kita memiliki pendekatan yang terintegrasi dan kita punya posisi yang sangat unik di Indonesia. Yang kami lakukan ini adalah program untuk memberikan nutrisi kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat,” kata Coppens dalam dialog.

Tidak hanya hidup layak, teknologi pun memiliki peran penting terhadap inklusivitas ekonomi dunia. Director Corporate, External, and Legal Affairs of Microsoft ASEAN, Jasmine Begum menjelaskan, teknologi dapat menjadi aspirasi berbagai negara untuk menerapkan bisnis keberlanjutan. Ia mencontohkan UMKM masuk di ranah digital sebagai pendongkrak ekonomi. Namun, dukungan ini kadang terhambat oleh regulasi, sehingga UMKM menunda berbisnis secara digital.

Bila dipermudah, UMKM dapat menjadi mitra pemerintah atau perusahaan swasta untuk memasok berbagai kebutuhan. “Regulasi yang menghalangi atau bisa dipandang sebagai penghalang pertumbuhan perekonomian digital dan pertumbuhan UMKM,” kata Jasmine.

Solusi lain yang ditawarkan oleh teknologi adalah laporan karbon. Bagi Jasmine, UMKM yang memanfaatkan teknologi digital dan teknologi karbon karena lebih transparan dan ramah lingkungan. Perempuan lulusan University of Reading itu juga menyarankan UMKM untuk meninggalkan teknologi analog karena mampu menghambat bisnis dan berdampak negatif bagi keberlanjutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Indah Sulistyorini