Dibayangi Fluktuasi Harga & Kebijakan Impor India, Begini Prospek Saham Emiten Emas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas emas bergerak fluktuatif dan kembali melandai usai sempat menyentuh level tertinggi. Setelah gagal menembus level US$ 2.500, kini harga emas kembali bergerak ke area US$ 2.370 per troi ons.

Sentimen tambahan datang dari rencana pemerintah India untuk memotong pajak impor emas dari 15% menjadi 6%. Langkah ini menjadi salah satu katalis yang berpotensi memengaruhi harga dan pasar komoditas emas.

Direktur Investor Relation PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), Thendra Crisnanda menaksir kebijakan India tersebut berpeluang membawa dampak positif bagi harga emas. Sebab, India merupakan negara konsumen terbesar kedua di dunia dengan konsumsi emas per tahun mencapai sekitar 800 ton.


Baca Juga: India Pangkas Bea Masuk Emas dan Perak menjadi 6%

HRTA telah melakukan aktivitas ekspor ke India sejak Maret 2023 dalam bentuk perhiasan emas kadar 22 karat. Sayang Hendra tak merinci volume ekspor emas HRTA ke India. Sebagai gambaran, volume ekspor HRTA sekitar 380 kilogram pada kuartal I-2024, dimana mayoritasnya dipasok ke India.

"Kami optimis dengan dukungan dari kebijakan Pemerintah India dapat mendorong peningkatan aktivitas ekspor untuk bisa bertumbuh lebih baik ke depan," kata Thendra kepada Kontan.co.id, Kamis (25/7).

Berkaca pada kinerja kuartal I-2024, kontribusi ekspor terhadap pendapatan konsolidasi HRTA masih terbilang mini, yakni sekitar 10%. Dus, HRTA bakal memperluas pasar ekspor ke sejumlah negara selain ke India dan Uni Emirat Arab.

HRTA menjajaki peluang ekspor ke Singapura, Vietnam, Thailand, China, Eropa dan Amerika Serikat. Thendra pun memproyeksikan harga emas dunia akan bergerak dalam rentang US$ 2.300 - US$ 2.500 per troi ons.

"Harga emas masih positif menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan pendapatan Perseroan dimana year to date harga emas dunia telah meningkat sebesar 15%," terang Thendra.

Sementara itu, Analis RHB Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi melihat langkah India memangkas pajak impor merupakan bagian dari restocking atau meningkatkan persediaan menjelang festival Diwali yang akan digelar pada bulan Oktober. Hanya saja, Wafi melihat tidak ada ekspektasi yang signifikan terhadap peningkatan demand akibat penurunan tarif impor tersebut.

"Tingkat konsumsi menjelang Diwali sebenarnya relatif stabil dari tahun ke tahun. Biasanya memang ada kenaikan permintaan, namun perlu diingat ini lebih bersifat seasonal saja, dan saya rasa pasar juga sudah antisipasi" terang Wafi.

Wafi melihat faktor penggerak harga komoditas emas ke depannya lebih dominan dari isu geopolitik, terutama Pemilihan Presiden Amerika Serikat. Namun dengan tensi geopolitik global dan ketidakpastian yang cenderung mereda, Wafi memprediksi harga emas akan relatif terkoreksi.

Baca Juga: Harga Emas Spot Turun Lebih dari 1% ke US$2.369,29 pada Kamis (25/7)

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer sepakat, sentimen dari penurunan tarif impor India hanya berdampak minor terhadap kinerja emiten maupun sentimen harga saham emiten di Indonesia. "Tapi secara keseluruhan prospek dari saham emiten emas masih cukup menarik," terang Miftahul.

Sebagai rekomendasi, Miftahul menyarankan hold saham HRTA dengan target harga Rp 410. Kemudian, trading buy PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 2.500, serta wait and see saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). 

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyoroti kecenderungan harga saham emiten emas yang sedang tertekan, sejalan dengan koreksi harga komoditas emas. Secara teknikal, Herditya merekomendasikan buy on weakness ANTM dengan target harga Rp 1.400 - Rp 1.500.

Herditya juga menyarankan pelaku pasar untuk mencermati peluang buy on weakness saham MDKA untuk target harga Rp 2.500 - Rp 2.620. Kemudian, wait and see untuk saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih