KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau tahun 2021 belum berakhir, namun tampaknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah tidak memiliki harapan menyentuh target optimis. Tetapi, sejumlah analis masih optimistis, IHSG bisa menyentuh target yang lebih moderat di akhir tahun. Sentimen negatif yang belakangan muncul memang mendorong IHSG untuk menjauh dari target di akhir tahun. Salah satu katalis yang masih hangat menjadi perbincangan adalah, krisis Evergrande. Di mana, raksasa properti asal China ini dikhawatirkan mampu memicu krisis keuangan global seperti yang pernah dipicu oleh Lehman Brothers. Mengingat, potensi
default alias gagal bayar yang membayangi Evergrande.
Investment Specialist Sucor Asset Management Toufan Yamin menjelaskan, Evergrande berbeda dengan Lehman Brothers yang kejatuhannya berdampak sistemik bagi pasar keuangan global. Sebab, Lehman Brothers memperjualbelikan hipotek yang investor ritelnya jauh lebih besar dibanding Evergrande yang investornya kebanyakan pemegang obligasi. Evergrande juga sudah terlanjur sangat besar seiring dengan
booming industri properti di China. Jumlah utang Evergrande setara dengan 2% pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Sedangkan, sektor properti menyumbang 25% PDB China. Alhasil, kejatuhan Evergrande berpotensi lebih menekan pertumbuhan ekonomi China. Pemerintah China pun tidak mau hal ini terjadi, sehingga menyusun sejumlah skema penyelamatan Evergrande.
Baca Juga: Prediksi IHSG hari Senin (27/9) menguat, ini rekomendasi saham pilihan untuk trading "Artinya, dampaknya ke bursa domestik hanya jangka pendek saja," imbuh Toufan belum lama ini. Analis RHB Sekuritas Indonesia Michael Setjoadi masih dalam sikap
split view apakah pemerintah China bakal sepenuhnya pasang badan dengan melakukan
bailout untuk Evergrande. Terlebih, secara historis, China tidak terlalu mementingkan dampak terhadap pasar keuangan. Namun, sentimen pemulihan ekonomi domestik jauh lebih kuat ketimbang sentimen Evergrande. "Hingga saat ini, kami belum mengubah target IHSG hingga akhir tahun, masih 6.700," tegas Michael. Optimisme tercapainya target IHSG juga mempertimbangkan pergerakan saham
big caps dan LQ45. Sejak awal tahun,
return indeks LQ45 memang masih minus 7,42%,
underperform dibanding IHSG yang sudah memberikan
return 2,74%. Namun, indeks likuid ini belakangan kembali merangkak naik.
Berdasarkan data Bloomberg, LQ45 sudah memberikan imbal hasil 1,20% selama satu bulan terakhir.
Return ini menyalip kinerja IHSG yang baru memberikan return 0,91%. Kemudian, sejak
initial public offering (IPO) PT Bukalapak.com Tbk (
BUKA), demam saham teknologi mereda. Toufan menyebut, ini karena kabar mundurnya IPO GoTo ke tahun depan sehingga fokus pasar kembali ke saham-saham LQ45 dan
big caps. "Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) bisa kembali ke level Rp 4.000, dan saham PT Astra International Tbk (
ASII) bisa kembali ke kisaran Rp 6.000, target IHSG 6.500 bukan hal yang sulit tercapai," terang Toufan. Dia mempertahankan target ini hingga akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari