Dibayangi Tekanan Biaya Dana, Simak Rekomendasi Saham Bank Lapis Kedua Layak Koleksi



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kinerja emiten perbankan second liner atau bank lapis dua rata-rata tertekan tingginya cost of fund atau biaya dana mahal. Meski begitu sejumlah analis menyebut saham bank lapis dua masih bisa dipertimbangkan.

Di antara emiten bank di jajaran second liner yang mengalami tekanan cost fund per Agustus 2024, yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank Mega Tbk (MEGA). 

Ambil contoh emiten BBTN yang mengalami pembengkakan beban bunga sebesar 27% yoy dari Rp 9,44 triliun menjadi Rp 11,99 triliun per Agustus 2024.Alhasil pendapatan bunga bersih yang turun 12,32% yoy dari Rp 8,84 triliun per Agustus 2023, menjadi Rp 7,87 triliun per Agustus 2024.


Ini juga menjadikan laba bersih BBTN secara bank only  turun sebesar 10% yoy menjadi Rp 1,80 triliun per Agustus 2024, dibandingkan periode tahun lalu Rp 2 triliun.Meski begitu dari sisi intermediasi, BBTN masih mampu menjaga pertumbuhan kredit dan pembiayaan syariah sebesar 13% yoy menjadi Rp 355,27 triliun per Agustus 2024, dibandingkan periode tahun lalu sebesar Rp 314,26 triliun.

Senada, beban bunga Bank Mega  juga membengkak 14,4% menjadi Rp 3,33 triliun per Agustus 2024, dibandingkan periode tahun lalu Rp 3,89 triliun.Hal ini berimbas pada laba bersih yang tercatat hanya Rp 1,72 triliun per Agustus 2024, turun 32% secara tahunan (YoY) dibandingkan periode tahun lalu Rp 2,53 triliun.

Dari sisi intermediasi, Bank Mega nampaknya tidak terlalu agresif dalam menyalurkan kreditnya, terlihat dari total kredit yang tercatat sebesar Rp 60,99 triliun per Agustus 2024, turun 6,27% dibandingkan dengan periode Agustus 2023 sebesar Rp 65,07 triliun.

Baca Juga: Kinerja Mentereng, Saham Bank Lapis Dua Jauh Lebih Lincah dan Murah

Ada lagi CIMB Niaga yang mencatatkan beban bunga membengkak 22,4% yoy menjadi Rp 6,83 triliun per Agustus 2024, dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 5,58 triliun.Alhasil pendapatan bunga bersih menurun 3,53% yoy menjadi Rp 8,19 triliun per Agustus 2024. Ini juga membuat laba bersih CIMB Niaga hanya tumbuh mini 4,37% yoy menjadi Rp  4,37 triliun per Agustus 2024.

Dari sisi fungsi intermediasi, CIMB Niaga telah menyalurkan kredit sebesar Rp 202,93 triliun per Agustus 2024, tumbuh 3,35% yoy dibandingkan periode tahun lalu Rp 196,34 triliun.

Direktur Consumer Banking CIMB Niaga, Noviady Wahyudi mengatakan, meski secara total pertumbuhan kredit (bank only) tumbuh di bawah guidance manajemen, namun segmen retail masih dapat tumbuh di atas 6% yoy pada Agustus 2024.

“Jadi kalau untuk di retail sebetulnya masih di atas  6%. Mungkin kita di akhir tahun bisa sampai 7-8%. Tentunya ini ada keterkaitan juga dengan cost of fund yang belum turun. Sehingga kita lebih fokus pada aset quality. Jadi kita justru melihat bagaimana kita bisa memberikan pinjaman yang proteksi aset quality yang bagus,” ungkap pria yang akrab disapa Dede kepada Kontan

Kedepan Dede bilang, dengan fokus pada kualitas aset, maka rasio non performing loan (NPL) jauh lebih rendah dibandingkan dengan market industri perbankan saat ini. Pihaknya juga melihat momentum awal tahun 2025 mendatang akan sangat positif dengan program-program pemerintahan baru.

“Kita udah ready untuk kita bisa gear up lagi, kita juga yakin biaya dana akan turun dengan penurunan BI rate. Dan mungkin dengan peralihan pemerintahan yang positif, dengan agenda-agenda yang luar biasa, tentunya harapan kami kondisi makro ataupun internasional itu tidak terlalu mengganggu,” ungkap Dede.

Dengan optimisme nilai rupiah yang relatif lebih stabil, inflasi yang rendah, sehingga penyaluran kredit CIMB Niaga kedepannya akan lebih tumbuh hingga dua digit, terutama untuk segmen konsumsi, dimana KPR hijau bisa tumbuh lebih dari 20%, dan juga didorong oleh pertumbuhan (Small Medium Enterprise) atau UKM

Sementara itu analis menilai sejumlah saham bank lapis dua masih bisa dicermati, meski kinerja tertekan beban bunga. Pasalnya beban bunga berpengaruh pada pergerakan harga saham bank bank kecil, hal ini disampaikan oleh Senior Investment Information Mirae Asset, Nafan Aji Gusta.

"Tekanan beban bunga memang sedikit berpengaruh pada pergerakan harga saham bank bank kecil, terutama MEGA yang memang tidak likuid, sementara BBTN, BNGA masih bisa pertumbuhan labanya mini," ungkap Nafan kepada Kontan, Minggu (6/10).

 
BBTN Chart by TradingView

Nafan tidak memungkiri rata-rata emiten bank mencatatkan pertumbuhan laba bersih single digit pada semester I-2023. Meski begitu, dia memperkirakan kinerja emiten bank masih mampu mendorong kinerjanya tumbuh lebih tinggi pada semester II-2024, apalagi dengan pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate), pertumbuhan kredit diharapkan semakin agresif.

"Ini akan mereduksi cost, dan memacu stimulus pertumbuhan kredit, bank akan mampu menjalankan ekspansi kredit kalau menurut hemat saya, jadi itu peluang setelah pemangkasan BI rate, karena di semester 2 ada natal, tahun baru, ini bisa memacu pertumbuhan kredit," ungkap Nafan.

Ia merekomendasikan acumulative buy saham BBTN pada harga Rp 1.775 dan acumulative buy untuk saham BNGA pada harga Rp 2.660. Sedangkan untuk saham bank Mega, tidak direkomendasikan karena kurang likuid.

Sementara itu, Direktur PT Reliance Sekuritas Tbk, Reza Priyambada mengatakan, saat tren bunga tinggi memang bank tidak terlalu agresif untuk genjot kredit, tapi menurutnya pertumbuhan kredit yang tinggi juga bukan menjadi patokan dari bagusnya kinerja bank.

"Jangan senang dulu dengan pertumbuhan kredit bank yang agresif, tapi NPL nya tidak terjaga, kalau dilihat dari pergerakan sahamnya, kinerja sangat berpengaruh, karena bank besar aja kesulitan, gimana bank-bank kecil, belum lagi fundamendal mereka, salah satu penentu adalah persepsi pasar, kalau ada persepsi negatif akan berpengaruh pada harga saham mereka," ungkap Reza kepada Kontan.

Menurut Reza, jikapun sejumlah bank lapis dua mengalami penurunan kinerja, namun hal tersebut tidak terlalu signifikan terjadi. Hanya saja adanya sentimen perlu diperhatikan,karena ini bisa mempengaruhi pasar.

 
BNGA Chart by TradingView

Untuk saham emiten bank yang masih perlu dicermati dan bisa dikoleksi, Reza merekomendasikan saham BRIS,BBTN,BNGA dan NISP. Sementara untuk MEGA, menurutnya meski secara nama dan ekosistem memang oke, tetapi likuiditasnya itu lebih rendah dari yang saham bank yang tersebut. Ditambah lagi pemberitaan dan branding juga kurang.

Lebih lanjut Reza bilang, pengaruh sentimen pasar juga sangat berpengaruh pada pergerakan harga saham bank. Untuk itu menurutnya semakin banyak pemberitaan positif terhadap emiten bank tersebut, maka sentimen pasar akan melihat hal ini menjadi positif isu.

Di sisi lain, meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun, Reza menyebut hal tersebut tidak mempengaruhi prinsip investasi di saham, mengingat selama saham yang dibidik masih memiliki kinerja yang baik secara fundamental, maka saham tersebut bisa dan layak untuk dikoleksi.

 
MEGA Chart by TradingView

"BRIS meski sudah all time high di 20 September, tapi masih oke, harusnya masih bisa dikoleksi, karena gap antara harga tertinggi dengan harga sebelumnya, di teknikal kita lihat pola, kalau udah pernah turun kita lihat polanya yang seperti apa turunnya, selama kinerja fundamental, harusnya penurunan saat ini hanya koreksi sesaat, begitu juga dengan saham NISP, masih adan potensi untuk naik lagi," terang Reza.

Di sisi lain Reza menyebut, sentimen pasar juga akan mempengaruhi pergerakan saham NISP, dimana pasar akan menilai apakah dengan akuisisi tersebut akan menambah nilai perusahaan atau justru menambah beban perusahan. Hal ini disebut Reza tentunya bisa dianggap sebagai persepsi negatif atau positif.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih