JAKARTA. Bank Indonesia kecewa dengan rumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mata Uang. Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran S. Budi Rochadi mengaku, keterlibatan Bank Indonesia dalam pembahasan RUU itu sangat minim.Dia mengaku hanya pernah sekali diundang. “Saya pernah diminta untuk bicara di Panja, tetapi hanya sedikit anggota DPR-nya, dan itu terpisah, tidak dengan pemerintah dan hanya setengah jam kira-kira. Habis itu selesai, sampai proses terakhir kita tidak ditanya,” kata Budi dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan di Kantor Bank Indonesia, Senin(23/5) malam.Budi mengaku pernah mengeluhkan masalah ini ke DPR. Namun, menurutnya, DPR justru menilai Bank Indonesia tak perlu diajak urun rembuk. “Ini menurut hemat saya ada hal-hal yang sangat susah kami terima karena akan menjalankan itu, kok tidak diajak ngomong,” tutur Budi.Salah satu hal yang menjadi polemik dalam pembahasan RUU ini adalah mengenai tanda tangan di uang kertas. BI berkeras bahwa yang menandatangani uang hanyalah gubernur bank sentral, sementara Kementerian Keuangan tak kalah ngotot ingin ikut menandatangani uang kertas.Budi Rochadi menjelaskan bahwa tanda tangan di atas uang kertas bukan semata simbol, tetapi mengandung tanggung jawab secara hukum. “Duit adalah kewajiban moneter dari Bank Indonesia. Begitu tanda tangan, maka dia kena kewajiban moneter itu. Jadi kalau itu dilakukan, harus ada pengakuan utang Kementerian Keuangan, di dalam APBN juga harus ada,” kata Budi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dicuekin, Bank Indonesia kecewa dengan RUU Mata Uang
JAKARTA. Bank Indonesia kecewa dengan rumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mata Uang. Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran S. Budi Rochadi mengaku, keterlibatan Bank Indonesia dalam pembahasan RUU itu sangat minim.Dia mengaku hanya pernah sekali diundang. “Saya pernah diminta untuk bicara di Panja, tetapi hanya sedikit anggota DPR-nya, dan itu terpisah, tidak dengan pemerintah dan hanya setengah jam kira-kira. Habis itu selesai, sampai proses terakhir kita tidak ditanya,” kata Budi dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan di Kantor Bank Indonesia, Senin(23/5) malam.Budi mengaku pernah mengeluhkan masalah ini ke DPR. Namun, menurutnya, DPR justru menilai Bank Indonesia tak perlu diajak urun rembuk. “Ini menurut hemat saya ada hal-hal yang sangat susah kami terima karena akan menjalankan itu, kok tidak diajak ngomong,” tutur Budi.Salah satu hal yang menjadi polemik dalam pembahasan RUU ini adalah mengenai tanda tangan di uang kertas. BI berkeras bahwa yang menandatangani uang hanyalah gubernur bank sentral, sementara Kementerian Keuangan tak kalah ngotot ingin ikut menandatangani uang kertas.Budi Rochadi menjelaskan bahwa tanda tangan di atas uang kertas bukan semata simbol, tetapi mengandung tanggung jawab secara hukum. “Duit adalah kewajiban moneter dari Bank Indonesia. Begitu tanda tangan, maka dia kena kewajiban moneter itu. Jadi kalau itu dilakukan, harus ada pengakuan utang Kementerian Keuangan, di dalam APBN juga harus ada,” kata Budi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News