KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses hukum mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan masih terus berlanjut. Kali ini, Dirut Pertamina periode 2009-2014 itu menghadapi sidang dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sidang dakwaan yang digelar Kamis (31/1) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat ini beragenda dakwaan yang dibacakan JPU. Atas dakwaan tersebut kuasa hukum Karen, Soesilo Aribowo berpendapat perkara yang menjerat kliennya ini bukanlah ranah hukum pidana. Menurutnya, ketika melakukan investasi
participating interest tidak secara cukup melakukan
due diligence dan tidak ada persetujuan dewan komisaris maupun dari legal.
"Hal tersebut sangatlah fundamental, sehingga ini bukan ranah hukum pidana ini adalah area aksi korporasi biasa," katanya Kamis (31/1). Sebab, dalam perdata nanti bisa terbukti apakah tindakan Karen ini melanggar aturan investasi ataupun anggaran dasar. Kemudian, jika ada kesalahan, Soesilo berpendapat, ini semua sudah mendapatkan pelunasan tanggungjawab atawa
acquit et de charge. "Sehingga direksi secara keseluruhan terutama terdakwa sudah diberikan pembebasan pelunasan secara penuh," jelas dia. Terkait mekanisme ini juga sudah diatur korporasi. Jadi, tidak bisa melakukan pelanggaran prosedur internal sekalipun merugikan hal ini dinilai bukan suatu tindakan pidana. "Karena sudah diatur dalam anggaran dasar dan UU perseroan terbatas sudah mengatur hal ini, sekali lagi hal ini semua perbuatan sudah mendapatkan
acquit et de charge. Itu yang menjadi pemikiran saya yang fundamental kesalahan dakwaan ini," tegas Soesilo. Dengan begitu, ia menilai kalau semua perilaku korporasi dianggap salah maka akan membahayakan semua perusahaan BUMN, yang notabene hal ini bersifatnya aksi korporasi perusahaan perminyakan. Sementara terkait kerugian negara, Soesilo bilang, yang di dalam dakwaan ini tidak berdasar. Sebab berdasarkan UUD Pasal 23E yang bisa menilai kerugian negara di Pertamina adalah BPK bukan akuntan publik. "Ini hanya berasal dari pendapat kantor akuntan publik lain, ini jadi persoalan, saya belum bisa mengkaji secara mendalam," katanya. Atas hal ini pihaknya akan mengajukan eksepsi pekan depan. Sekadar tahu saja, dalam draft dakwaan yang dibacakan JPU Timpal M. Pakpahan disebut, Karen telah merugikan yang negara hingga Rp 586,06 miliar dengan melakukan tindak pidana korupsi karena mengabaikan prosedur investasi di tubuh Pertamina. Hal itu berawal pada periode Januari 2009-Agustus 2010, Karen telah memutuskan melakukan investasi Participating Interest (PI) di Blok BMG Australia. Hal itu dilakukan tanpa kajian terlebih dahulu dan menyetujui PI Blok BMG tanpa adanya
due diligince tanpa adanya analisa risiko yang kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan
sale purchase agreement (SPA). "Tanpa adanya persetujuan dari bagian legal dan dewan komisaris PT Pertamia, sehingga memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Roc Oil Company Limited Australia," tulis draft dakwaan yang diterima Kontan.co.id, Kamis (31/1). "Dengan perbuatan itu, maka Karen merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 568.=,06 miliar dari Kantor.tor Aku gan Publik Drs. Soewarno, AK," lanjut dia. Kasus ini terjadi pada 2009, saat Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap Roc Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG. Perjanjian dengan Roc Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai 31 juta dollar AS. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya yang timbul lainnya (
cash call) dari Blok BMG sebesar US$ 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barel per hari. Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah Roc Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional. Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 huruf b atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi