KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis waralaba atau francise di Indonesia tahun 2024 ini mengalami stagnansi. Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar menyampaikan, penyebab tidak berkembangnya bisnis francise di dalam negeri karena merek-merek francise di Indonesia kalah dengan merek-merek impor atau asing. Dia menyebut jika melihat dari sisi angka, merek waralaba asing mendominasi pasar waralaba lokal dengan jumlah yang mencapai 700-an merek. Sementara itu, merek waralaba lokal tercatat dari tahun 2022 tidak berkembang, di kisaran 130 saja. "Saya kira, catatan saya terakhir di 2022 kira-kira ada 700-an merek francise asing. Yang lokal itu kira-kira 130 (merek) gak lebih," ungkapnya saat ditemui Kontan dalam acara Press Conference 'The 22nd International Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2024' yang dilaksanakan di kawasan Jakarta, Rabu (07/08). Baca Juga: DYAN Bakal Memacu Kinerja di Paruh Kedua Meski begitu, ia memberi catatan industri francise lokal sebenarnya masih berkembang namun kualitas yang dilihat dari masa bertahan bisnis masih sangat sedikit. "Yang banyak kita lihat itu sebenarnya ada sampai 2000 lebih atau 2.500 lebih merek itu yang saya sebut sebagai Bisnis Opportunity (BO) lokal, paling 5 tahun (bertahan)," ungkapnya. "Kalau yang ini sebenarnya cukup tinggi pertumbuhannya 8-10% tapi yang runtuh (bangkrut) juga segitu banyaknya, jadi stagnan juga (pertumbuhannya). Ini yang terjadi," tambahnya. Selain dari jumlah merek, angka pertumbuhan waralaba lokal juga kalah dengan pertumbuhan bisnis waralaba impor. "Pertumbuhannya yang (waralaba) asing itu masih cukup mapan, 5-8 persen per tahun. Kalau yang lokal, mandeg dari jumlahnya 120 ke 125 ke 130, begitu saja," tambahnya. Di tahun ini, ia juga mengungkap AFI tidak bisa memprediksi pertumbuhan waralaba lokal, karena dinilai masih ketinggalan dengan perkembangan waralaba lokal di negara Asia Tenggara lainnya, seperti Filipina dan Malaysia. "Sekarang masih remang-remang (prediksi pertumbuhan) karena perkembangan franchise kita itu ketinggalan dibandingkan Filipina maupun Malaysia. Padahal kita punya pasar domestik dan masyarakat middle class income yang jumlahnya 100 jutaan," katanya. Saat ditanya soal alasan merek waralaba lokal kalah dengan asing, Anang mengatakan pengelolaan waralaba lokal masih banyak yang tidak serius atau asalan, pembinaan dari pemerintah terhadap merek-merek lokal juga menurutnya masih kurang. "Kita tuh sering kali asalan (mengelola), kedua perlu juga dibina. Karena yang dibantu oleh pemerintah adalah kalau sudah jadi terus tinggal pameran. Padahal, ya itu nggak mungkin. Franchise tuh harusnya kalau mau benar berkembang dibinanya mulai dari inkubator, awal sekali," ungkapnya. Pendampingan dan pembinaan yang mendalam dari pemerintah terkait menurut dia juga akan memberikan kekuatan dalam perkembangan waralaba lokal yang mayoritas berada pada tingkat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). "Dengan pembinaan dan pendampingan, it takes at least 2 years kalau menurut saya. Paling sedikit 2 tahun kalau mau benar dari yang tidak ada, berkembang, menjadi suatu usaha waralaba," tutupnya. Baca Juga: Buka Peluang Kemitraan, Begini Nikmatnya Ayam Bakar Asap Jimbaran
Didominasi Merek Asing, Bisnis Waralaba Dalam Negeri Stagnan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis waralaba atau francise di Indonesia tahun 2024 ini mengalami stagnansi. Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar menyampaikan, penyebab tidak berkembangnya bisnis francise di dalam negeri karena merek-merek francise di Indonesia kalah dengan merek-merek impor atau asing. Dia menyebut jika melihat dari sisi angka, merek waralaba asing mendominasi pasar waralaba lokal dengan jumlah yang mencapai 700-an merek. Sementara itu, merek waralaba lokal tercatat dari tahun 2022 tidak berkembang, di kisaran 130 saja. "Saya kira, catatan saya terakhir di 2022 kira-kira ada 700-an merek francise asing. Yang lokal itu kira-kira 130 (merek) gak lebih," ungkapnya saat ditemui Kontan dalam acara Press Conference 'The 22nd International Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2024' yang dilaksanakan di kawasan Jakarta, Rabu (07/08). Baca Juga: DYAN Bakal Memacu Kinerja di Paruh Kedua Meski begitu, ia memberi catatan industri francise lokal sebenarnya masih berkembang namun kualitas yang dilihat dari masa bertahan bisnis masih sangat sedikit. "Yang banyak kita lihat itu sebenarnya ada sampai 2000 lebih atau 2.500 lebih merek itu yang saya sebut sebagai Bisnis Opportunity (BO) lokal, paling 5 tahun (bertahan)," ungkapnya. "Kalau yang ini sebenarnya cukup tinggi pertumbuhannya 8-10% tapi yang runtuh (bangkrut) juga segitu banyaknya, jadi stagnan juga (pertumbuhannya). Ini yang terjadi," tambahnya. Selain dari jumlah merek, angka pertumbuhan waralaba lokal juga kalah dengan pertumbuhan bisnis waralaba impor. "Pertumbuhannya yang (waralaba) asing itu masih cukup mapan, 5-8 persen per tahun. Kalau yang lokal, mandeg dari jumlahnya 120 ke 125 ke 130, begitu saja," tambahnya. Di tahun ini, ia juga mengungkap AFI tidak bisa memprediksi pertumbuhan waralaba lokal, karena dinilai masih ketinggalan dengan perkembangan waralaba lokal di negara Asia Tenggara lainnya, seperti Filipina dan Malaysia. "Sekarang masih remang-remang (prediksi pertumbuhan) karena perkembangan franchise kita itu ketinggalan dibandingkan Filipina maupun Malaysia. Padahal kita punya pasar domestik dan masyarakat middle class income yang jumlahnya 100 jutaan," katanya. Saat ditanya soal alasan merek waralaba lokal kalah dengan asing, Anang mengatakan pengelolaan waralaba lokal masih banyak yang tidak serius atau asalan, pembinaan dari pemerintah terhadap merek-merek lokal juga menurutnya masih kurang. "Kita tuh sering kali asalan (mengelola), kedua perlu juga dibina. Karena yang dibantu oleh pemerintah adalah kalau sudah jadi terus tinggal pameran. Padahal, ya itu nggak mungkin. Franchise tuh harusnya kalau mau benar berkembang dibinanya mulai dari inkubator, awal sekali," ungkapnya. Pendampingan dan pembinaan yang mendalam dari pemerintah terkait menurut dia juga akan memberikan kekuatan dalam perkembangan waralaba lokal yang mayoritas berada pada tingkat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). "Dengan pembinaan dan pendampingan, it takes at least 2 years kalau menurut saya. Paling sedikit 2 tahun kalau mau benar dari yang tidak ada, berkembang, menjadi suatu usaha waralaba," tutupnya. Baca Juga: Buka Peluang Kemitraan, Begini Nikmatnya Ayam Bakar Asap Jimbaran