KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepemilikan asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) terus meningkat. Perpaduan sentimen dari domestik dan global saat ini dinilai mendukung investor asing masuk ke pasar SBN Indonesia. Berdasarkan data Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Hingga 17 Oktober lalu, dana asing yang telah masuk sebesar Rp 1.036 triliun. Total dana tersebut terbagi menjadi dua jenis, yaitu SUN dengan nilai Rp 1.013 triliun dan SBSN bernilai Rp 23 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan asing di pasar SBN Indonesia sebesar 39%. Berbeda dengan pasar obligasi, kepemilikan asing di pasar saham Indonesia justru turun. Tercatat pada akhir pekan lalu, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 338,69 miliar. Total selama sepekan, jual bersih asing mencapai Rp 1,35 triliun.
Analis
Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan hal ini dikarenakan adanya sentimen dari global dan domestik. Dari global, Adi menyebutkan fase perundingan yang terjadi antara AS dan China mendorong investor asing masuk ke pasar SBN Indonesia. "Walaupun masih ada kemungkinan tarik ulur lagi antara AS dan China," ujar Adi.
Baca Juga: Pemerintah akan kembali lelang SUN, analis menilai ada prospek baik Sedangkan dari domestik, Adi menuturkan ada peluang penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia sebesar 25 bps. Hanya saja, ia menambahkan penurunan suku bunga acuan ini bisa dilakukan dalam pertemuan pekan depan atau pertemuan-pertemuan selanjutnya. Selain itu, Adi bilang, persepsi risiko Indonesia juga membaik. Hal tersebut terlihat dari penurunan risiko kredit Indonesia yang tercermin dalam
credit default swap (CDS) ke level 83,8. Oleh karena itu, Adi memperkirakan persentase kepemilikan asing masih bisa menjadi 40%. Ekonom Pefindo Fikri C. Permana bilang, tambahan inflow dari asing ke SUN karena pengelolaan APBN yang dirasa prudent. Hanya saja, Fikri menilai
inflow tersebut belum optimal sehingga masih berpotensi naik lagi. "Sayangnya dengan risiko global yg masih tinggi, khususnya risiko resesi negara-negara maju, inflow ke Indonesia saya melihat belum seoptimal yang seharusnya bisa kita dapatkan," jelas Fikri. Fikri juga bilang potensi investor asing masuk tidak hanya di SUN melainkan di pasar saham dan FDI. Hanya saja, untuk saat ini SUN yang mengawali potensi tersebut terealisasikan. "Dengan kondisi global, khususnya
peers, saya melihat Indonesia memiliki
competitive advantage sebagai tujuan investasi global," ucap Fikri. Adi menambahkan diminatinya SBN dikarenakan pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga serta harga surat utang Indonesia dinilai lebih baik dengan surat utang negara lain. Hal ini yang menyebabkan pasar asing lebih memilih surat utang dibandingkan pasar saham. Selain itu, Adi juga bilang bahwa di pasar saham ada musim laporan keuangan korporasi juga turut diperhatikan oleh investor asing. Hal ini yang menurut Adi juga menjadi pembeda antara surat utang dan pasar saham.
Baca Juga: Perbankan Ikut Mengincar Keuntungan di SBN Ditambah, Adi menyebutkan pasar saham di luar negeri dinilai lebih menarik karena harga tidak terlalu mahal dan
earning lebih bisa tumbuh. Dari kepemilikan asing yang lebih memilih tenor pendek, Fikri menuturkan bahwa sebenarnya tidak terlalu aman jika situasi normal. Hanya saja, ia berpendapat kondisi saat ini sedang tidak normal jika dibandingkan dengan situasi dua tahun belakangan. "Dengan kondisi saat ini harusnya pilihan kepemilikan di tenor pendek sudah merupakan opsi terbaik buat Indonesia juga," ujar Fikri.
Menurut Adi, penempatan di tenor pendek ini perlu diwaspadai oleh pemerintah Indonesia. Hal ini dikarenakan sewaktu-waktu investor asing lebih mudah keluar. Selain itu, beban pembiayaan cetak surat utang tenor panjang dirasa akan semakin tinggi. Oleh karena itu, ia bilang bahwa perlu memikirkan bagaimana cara agar investor asing berpindah ke tenor panjang. Fikri menilai kepemilikan asing di SBN yang cukup tinggi ini masih dirasa cukup baik. Hanya saja, ia berpendapat bahwa porsi yang baik untuk kepemilikan asing memiliki persentase 33% dari total
tradable SBN. Sedangkan Adi menilai tidak ada posisi persis yang ideal untuk investor asing. Hanya, Adi berpendapat bahwa dominasi investor domestik harus lebih besar agar tidak terlalu bergantung pada investor asing. "Perlu diakui bahwa kita tetap membutuhkan investor asing karena dana murah bukan di domestik melainkan di mereka," pungkas Adi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi