JAKARTA. Sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Hatta Rajasa. Mereka menduga calon wakil presiden nomor urut satu tersebut terlibat kasus korupsi kereta listrik bekas dari Jepang. "KPK harus mengecek track record Hatta Rajasa yang mau jadi wakil presiden. Sebab kasus kereta bekas sangat lekat dengan dia," kata Koordinator Aksi AMTI, Alfin di depan kantor KPK, saat menggelar unjuk rasa di depan Kantor KPK, Jumat (27/6). Lebih lauj menurut Alfin, perkara ini terjadi ketika Hatta Rajasa menjabat sebagai Menteri Perhubungan pada periode 2004-2007. Kasus ini pun telah masuk ke proses persidangan pada tahun 2006 dengan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Soemino Eko Saputro divonis tiga tahun penjara. "Dalam fakta persidangan, Hatta disebut terlibat. Tetapi sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Tidak mungkin kereta bekas itu masuk Indonesia tanpa persetujuan menterinya," imbuhnya.
Diduga ikut korupsi, AMTI desak KPK periksa Hatta
JAKARTA. Sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Hatta Rajasa. Mereka menduga calon wakil presiden nomor urut satu tersebut terlibat kasus korupsi kereta listrik bekas dari Jepang. "KPK harus mengecek track record Hatta Rajasa yang mau jadi wakil presiden. Sebab kasus kereta bekas sangat lekat dengan dia," kata Koordinator Aksi AMTI, Alfin di depan kantor KPK, saat menggelar unjuk rasa di depan Kantor KPK, Jumat (27/6). Lebih lauj menurut Alfin, perkara ini terjadi ketika Hatta Rajasa menjabat sebagai Menteri Perhubungan pada periode 2004-2007. Kasus ini pun telah masuk ke proses persidangan pada tahun 2006 dengan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Soemino Eko Saputro divonis tiga tahun penjara. "Dalam fakta persidangan, Hatta disebut terlibat. Tetapi sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Tidak mungkin kereta bekas itu masuk Indonesia tanpa persetujuan menterinya," imbuhnya.