KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor properti bakal didukung harapan suku bunga dipangkas dan adanya insentif pembelian rumah. Kinerja luar biasa emiten sektor properti menarik di saat valuasi harga sahamnya masih cenderung murah. Analis BCA Sekuritas Ryan Yani Santoso melihat, kesenjangan antara rata-rata suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan suku bunga acuan telah menyempit karena suku bunga rata-rata relatif stabil, meskipun tingkat suku bunga lebih tinggi. Seperti diketahui, pemerintah telah mengerek suku bunga Bank Indonesia (BI) sejak pertengahan tahun 2022 dengan total 250 bps. Sementara, suku bunga pinjaman KPR cenderung menurun.
Ryan menjelaskan, meskipun antisipasi penurunan suku bunga tidak memengaruhi suku bunga efektif KPR, namun hal ini dapat memberikan sentimen positif bagi sektor properti terutama relaksasi loan to value (LTV) 100% dari Bank Indonesia hingga Desember 2024. Baca Juga: Ada Sentimen Insentif Pajak & Pemangkasan Suku Bunga, Cek Rekomendasi Saham Properti Terlebih lagi, lanjut Ryan, adanya Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) bakal meningkatkan minat beli properti dengan SMRA dan CTRA sebagai penerima manfaat utama dari insentif tersebut. Sementara itu, BSDE mengamati bahwa dampaknya diperkirakan sangat minimal bagi mereka. “Kami lebih memilih SMRA dan CTRA, dengan pendapatan berulang yang lebih tinggi,” ungkap Ryan dalam riset 2 Februari 2024. Di sisi lain, analis Sucor Sekuritas Niko Pandowo menyoroti bahwa adanya pergeseran lanskap rantai pasok global bisa menguntungkan sektor properti di Indonesia. Hal itu seiring meningkatnya ketegangan geopolitik antara Barat dan Timur yang mendorong perusahaan-perusahaan merelokasi operasi manufaktur mereka dari Tiongkok. Dalam kondisi tersebut, Indonesia khususnya Jawa Barat, menjadi pilihan utama karena banyaknya angkatan kerja. Daya tarik provinsi ini semakin diperkuat dengan gaji minimum yang relatif rendah dan infrastruktur yang signifikan seperti rancangan pelabuhan Patimban yang baru untuk ekspor mobil tol Akses Patimban yang menghubungkan Patimban hingga tol Cikopo Palimanan. Niko memperkirakan bahwa permintaan perumahan yang kuat akan terus berlanjut. Hal itu karena adanya lonjakan permintaan di wilayah perkotaan. Dimana, jumlah penduduk dan urbanisasi telah tumbuh masing-masing sebesar 1,15% dan 1,5% selama 22 tahun terakhir, sehingga menghasilkan CAGR sebesar 2,64% dari pertumbuhan penduduk kota. Dengan asumsi rata-rata empat orang per rumah, Indonesia menghadapi permintaan tambahan sebesar 1 juta unit rumah per tahun di wilayah perkotaan, di luar dari 12,7 juta backlog yang ada. Oleh karena itu kesenjangan antara kebutuhan rumah dan ketersediaan rumah bertambah, sehingga berdampak pada naiknya harga. Pada akhirnya, lonjakan harga rumah ini telah menghasilkan penjualan pemasaran yang memecahkan rekor bagi pengembang properti seperti CTRA, SMRA, BSDE, dan BKSL. Emiten tersebut telah mengalami CAGR marketing sales sebesar 9,6% selama lima tahun terakhir. “Kami memproyeksikan pertumbuhan ini (marketing sales) akan terus berlanjut pada tingkat 9% selama tiga tahun ke depan,” ungkap Niko dalam riset 6 Maret 2024.
CTRA Chart by TradingView