KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah memiliki kecenderungan untuk menguat di tahun ini. Investor asing diyakini kembali masuk ke pasar domestik, sehingga berpengaruh positif bagi posisi nilai tukar rupiah. Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong mengatakan bahwa penguatan didukung oleh optimisme investor akan prospek rupiah ke depannya. Imbal hasil obligasi yang termasuk tinggi dibandingkan mata uang regional menjadi daya tarik investor asing dengan terus masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN). Selain imbal hasil obligasi Indonesia yang cukup tinggi, investor menaruh harapan pada revisi PP No 1 2019 terkait kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Ditambah lagi, surplus neraca perdagangan diperkirakan masih berlanjut di tengah harga komoditas yang relatif masih tinggi. Ini membuat investor yakin dengan prospek ekonomi Indonesia.
Lukman menambahkan, data ekonomi domestik Indonesia juga mendukung rupiah. Inflasi Maret yang lebih rendah dari perkiraan, sejalan dengan harapan Bank Indonesia (BI) untuk tidak lagi menaikkan suku bunga. Sementara, dari eksternal, ekspektasi kenaikan suku bunga bank-bank sentral utama dunia sudah mulai mereda dan mendekati puncaknya. Baca Juga: Rupiah Menguat 0,55% Sepekan ke Rp 14.912 per Dolar, Ekonomi AS Jadi Perhatian Pasar Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat pergerakan rupiah berpotensi melanjutkan penguatan sejalan dengan berlanjutnya sentimen risk-on di pasar keuangan global. Pasca pengumuman FOMC yang mengindikasikan kenaikan suku bunga bakal dovish, investor asing secara perlahan masuk kembali ke pasar obligasi domestik. “Masuknya kembali investor asing berpeluang mendorong penguatan nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini,” ucap Josua kepada Kontan.co.id belum lama ini. Josua menjelaskan bahwa penguatan rupiah pada kuartal pertama tahun ini disebabkan oleh ekspektasi bahwa Fed akan menahan suku bunganya di tahun 2023. Ekspektasi tersebut muncul setelah laporan data perekonomian Amerika Serikat (AS) yang memburuk di bulan Desember 2022, sehingga rupiah mampu menguat tajam di bulan Januari. Penguatan Rupiah juga didukung oleh pengumuman bahwa pemerintah akan memperluas dan memperketat kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Implementasi DHE menimbulkan harapan bahwa dana hasil ekspor mampu diparkir di Indonesia lebih lama. Dengan demikian, mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Rupiah kemudian mampu menguat hingga di kisaran Rp 14.800 – Rp 14.900 per dolar AS di periode akhir Januari hingga awal Februari 2023. Pada bulan Februari, rupiah berbalik arah melemah dan kembali ke level Rp 15.300 – Rp 15.400 per dolar AS akibat data inflasi AS yang menguat, sehingga para investor berekspektasi bahwa Fed akan mempertahankan kebijakan hawkish-nya. Namun sentimen yang berasal dari The Fed membawa rupiah kembali berbalik menguat di bulan Maret 2023. Hal itu setelah Bank Sentral AS tersebut menyatakan untuk mempertahankan proyeksi suku bunganya di kisaran 5,00%-5,25% di tahun 2023. Secara umum, rupiah mampu menguat akibat sentimen Fed serta perubahan kebijakan DHE di awal tahun,” kata Josua. Tetapi, Josua mewaspadai risiko downside rupiah di tahun ini. Di antaranya adalah potensi resesi global yang bisa memicu sentimen risk-off di pasar keuangan. Dia memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.800 – Rp 15.200 per dolar AS di posisi akhir tahun 2023. Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Ada di Kisaran 5,3%-5,7% Pada 2024, Inflasi 1,5%-3,5%