KONTAN.CO.ID - Selain ulang tahun KONTAN, setiap tangga; 27 September, diperingati sebagai Hari Bakti Pos dan Telekomunikasi (Postel). Jika kita menengeok ke belakang, pada 27 September 1945 para karyawan yang tergabung dalam AMPTT (Angkatan Muda Pos Telegraf dan Telepon) memberontak dan merebut Kantor Pusat PTT di Bandung dari tangan penjajah Jepang. Itulah tonggak sejarah Hari Bhakti Postel (sekarang Kominfo). "Banyak pejuang AMPTT yang gugur dalam mempertahankan kedaulatan telekomunikasi Indonesia,"terang Garuda Sugardo, Anggota Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, dalam pernyataan di sebuah grup WhatsApp, Rabu (27/9). Para pahlawan dan penyintas sejarah postel tentunya akan bangga menyimak tema Hari Bhakti Postel dua tahun terakhir ini. Slogannya visioner, yaitu tentang masyarakat digital. "Digitalisasi, tapi sayang sekali abai terhadap kondisi sekitar yang merupakan basis infrastruktur dari informatika itu sendiri," kritik Garuda. Ia mengajak kita semua melihat ke depan mata dan di atas kepala. Di seantero kota, tiang telepon/ internet berjejer tak karuan. Ada yang nyender, ada yang doyong dan semua bebas merdeka bergerombol di sepanjang tepi jalan. Instalasi kabelnya apalagi. Kiranya tidak ada sebutan yang lebih pantas selain semrawut, amburadul dan acakadut. Itukah sarana komunikasi internet multiprovider yang diharapkan akan membentuk masyarakat digital oleh Kemenkominfo? Estetika dan keindahan kota terganggu oleh mutu instalasi dari belasan operator telekomunikasi. Tiangnya sempoyongan, kabel menggelayut kusut semrawut bahkan geloyoran sampai menyentuh pagar rumah. Garuda mengingatkan, sesuai rancangan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); target tahun 2019 adalah tuntasnya masalah kesenjangan digital Indonesia, implementasi smartcity di 514 Kab/Kota, dan pembangunan fasilitas internet di seluruh kecamatan.
Digitalisasi di tengah belitan kabel
KONTAN.CO.ID - Selain ulang tahun KONTAN, setiap tangga; 27 September, diperingati sebagai Hari Bakti Pos dan Telekomunikasi (Postel). Jika kita menengeok ke belakang, pada 27 September 1945 para karyawan yang tergabung dalam AMPTT (Angkatan Muda Pos Telegraf dan Telepon) memberontak dan merebut Kantor Pusat PTT di Bandung dari tangan penjajah Jepang. Itulah tonggak sejarah Hari Bhakti Postel (sekarang Kominfo). "Banyak pejuang AMPTT yang gugur dalam mempertahankan kedaulatan telekomunikasi Indonesia,"terang Garuda Sugardo, Anggota Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, dalam pernyataan di sebuah grup WhatsApp, Rabu (27/9). Para pahlawan dan penyintas sejarah postel tentunya akan bangga menyimak tema Hari Bhakti Postel dua tahun terakhir ini. Slogannya visioner, yaitu tentang masyarakat digital. "Digitalisasi, tapi sayang sekali abai terhadap kondisi sekitar yang merupakan basis infrastruktur dari informatika itu sendiri," kritik Garuda. Ia mengajak kita semua melihat ke depan mata dan di atas kepala. Di seantero kota, tiang telepon/ internet berjejer tak karuan. Ada yang nyender, ada yang doyong dan semua bebas merdeka bergerombol di sepanjang tepi jalan. Instalasi kabelnya apalagi. Kiranya tidak ada sebutan yang lebih pantas selain semrawut, amburadul dan acakadut. Itukah sarana komunikasi internet multiprovider yang diharapkan akan membentuk masyarakat digital oleh Kemenkominfo? Estetika dan keindahan kota terganggu oleh mutu instalasi dari belasan operator telekomunikasi. Tiangnya sempoyongan, kabel menggelayut kusut semrawut bahkan geloyoran sampai menyentuh pagar rumah. Garuda mengingatkan, sesuai rancangan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); target tahun 2019 adalah tuntasnya masalah kesenjangan digital Indonesia, implementasi smartcity di 514 Kab/Kota, dan pembangunan fasilitas internet di seluruh kecamatan.