KONTAN.CO.ID - Usai menempati posisi penting bidang
branding dan pemasaran di banyak perusahaan bonafid,
Tommy Wattimena berlabuh di perusahaan peternakan dan pengolahan ayam. Sebagai Presiden Direktur PT Sierad Produce Tbk, Tommy membeberkan rencana pengembangan bisnis peternakan & pengolahan ayamnya ke reporter KONTAN Asnil Bambani. Berikut nukilannya. Saya mulai karier dari bawah, yakni
salesman naik motor ke pasar becek. Pengalaman ini membuat saya mengerti pasar Indonesia seperti piramida, terbesar ada di bawah. Produk yang sukses adalah produk kelas bawah. Ini fakta yang saya temukan saat bekerja di Unilever. Di Unilever saya meniti karier dari
salesman sampai Vice President Category Asia Pacific & Global Platform. Saya mengembangkan merek es krim Walls dan Lux saat di Unilever. Saat itu, saya melakukan riset untuk membangun merek. Dulu es krim hanya dinikmati kelompok tertentu, sekarang siapa saja.
Setelah itu saya belajar
big data, data analytic, digital marketing, consumer touch, dan demokratisasi
mobile technology di operator telekomunikasi XL. Saya bergabung dengan XL tahun 2011 dan menjabat sebagai SVP Brand Customer Segments. Saya terlibat dalam demokratisasi BlackBerry, agar semua orang bisa pakai BlackBerry. Saya bikin BlackBerry seperti es krim Walls, semua warga bisa menikmatinya langganan paket BlackBerry murah Rp 1.000. Masuk era android, kami menjadi operator android pertama di Indonesia dengan prinsip demokratisasi. Kami menyiapkan paket murah. Setelah di XL, saya menjadi CEO Smart+ anak usaha PT Smart Tbk (Sinarmas) yang bergerak di bidang logistik dan distribusi. Sinarmas butuh solusi distribusi minyak goreng dan produk konsumen lainnya. Saya terima tantangan itu dan membangun rantai pasok dari produsen ke warung. Sehingga produsen memiliki data ketersediaan produk mereka ada di warung-warung secara real time. Sehingga, kami tahu apa produk yang paling banyak dijual warung tersebut. Data ini bermanfaat untuk promosi. Setelah belajar distribusi di Sinarmas, saya bergabung di perusahaan peternakan ayam Sierad Produce hingga sekarang. Ilmu saya sebelumnya saya terapkan di perusahaan ini. Tantangan saya adalah mendemokratisasi ayam dan olahannya ke masyarakat. Tantangan peternak ayam tinggi, karena bahan baku pakan masih mahal. Karena itu, butuh pengembangan bisnis yang terintegrasi. Makanya, kami kembangkan industri
value added, termasuk branding dan inovasi. Ubah kultur Hal penting yang saya lakukan di Sierad Produce adalah, mengubah kultur produsen menjadi kultur konsumen. Ayam yang kami produksi menyesuaikan kebutuhan konsumen. Contoh, Hoka Hoka Bento butuh daging ayam ukuran kotak-kotak, sehingga dalam pembuatan daging ayam tersebut ada yang tersisa. Nah, sisa ayam inilah yang kita olah menjadi nugget dan sosis. Dengan pola ini, kinerja ditentukan oleh konsumen. Kami integrasikan layanan pakan, peternakan, hingga ke pengolahan. Hasilnya, pada 2017, perusahaan rugi Rp 300 miliar, namun 2018 sudah kembali positif. Untuk memastikan kinerja positif, saya turun ke bawah berhubungan dengan konsumen dan juga karyawan. Kultur lain yang saya ubah adalah mendelegasikan pembuatan keputusan. Semua keputusan tidak selalu ada di level atas, itu organisasi yang enggak benar. Kami tidak punya super manager, yang ada super team. Saya menganalogikan, saya hanya pelatih, bukan
super manager. Era komando sudah lewat, memimpin tim itu seperti menjadi pelatih saja. Saya juga sedang mempersiapkan digitalisasi di industri ini. Di Eropa sudah terjadi digitalisasi kandang, sehingga setiap kandang digerakkan dua orang saja. Konsep serupa kami persiapkan dengan nama Smart Farm, menggunakan teknologi dan
Internet of Thing (IoT), sehingga ada sensor bekerja mandiri yang menentukan pakan, angin, suhu, dan lainnya. Dengan demikian, milenial akan suka dengan Smart Farm ini. Soalnya, mirip dengan
main games, karena butuh keahlian mengatur suhu, mengatur strategi agar ayam bisa makan dan minum dan sebagainya. Nanti juga akan ada algoritma pertumbuhan ayamnya, yang saat ini sedang persiapkan ahli. Jika konsep ini jalan, saya akan kontrak dengan petani. Digitalisasi ini penting, nanti kami jadi
the first blockchain poultry di Indonesia. Saya juga berharap teknologi ini bisa menjadi ekosistem ayam halal Indonesia untuk konsumen halal dunia. Dengan teknologi ini, Indonesia bisa ekspor ayam-ayam halal ke banyak negara Islam. Apalagi konsumen dari belahan dunia lain bisa melihat standar halal mulai dari perawatan, pemotongan sampai pengolahan.
Tommy Wattimena Presiden Direktur PT Sierad Produce Tbk Jurus menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan Lama berkecimpung di dunia bisnis sebagai profesional, membuat Tommy Wattimena sarat dengan banyak pengalaman. Ia tak hanya menguasai strategi bisnis, tetapi juga menguasai manajemen serta kita-kiat unik yang terkadang tak terpikirkan oleh orang lain. Banyak terobosan yang dilakukan selama menjabat pucuk pimpinan di sejumlah perusahaan. Namun terobosan dan inovasinya tak datang dengan sendirinya. Butuh jam terbang dan kemampuan yang ditempa terus-menerus. Harus ada keseimbangan otak kanan dan otak kiri untuk mengembangkan kemampuan kita, kata Tommy yang kini menjabat sebagai Presiden Direktur PT Sierad Produce Tbk. Kemampuan mengelola otak kiri dan otak kanan mengantarkan Tommy bekerja di banyak negara. Kreativitas dan inovasinya membuatnya dipercaya sebagai
Brand Manager Unilever West Europe Power yang bermarkas di Italia. Ia juga pernah dipercaya memegang jabatan Vice President Category Asia Pacific & Global Platform Unilever Asia. Lantas, bagaimana cara mengelola otak kanan dan otak kiri bisa seimbang? Tommy bilang, otak kiri itu berfungsi untuk teknologi, otak kanan untuk kreativitas. Penggabungan keduanya menghasilkan terobosan yang bermanfaat untuk dunia bisnis. Untuk mengembangkan otak kanan, pria yang kerap olahraga
jogging dan
muay thai itu menyenangi lukisan. Bagi Tommy, lukisan itu bukan sekadar coretan di atas kanvas, tetapi sarat makna yang perlu diterjemahkan. "Untuk memahami itu, saya bergaul dengan pelukis, memahami cara melukis, dan belajar mengenai lukisan dan genre-genre-nya, dan kepala saya
refresh," katanya. Setelah memahami lukisan tersebut, Tommy selanjutnya akan mengetahui mana lukisan yang kreatif, yang bisa menyodorkan hal baru yang belum pernah dilukis sebelumnya. Maka itu, katanya, harga lukisan yang kreatif tersebut sangatlah mahal, bisa miliaran rupiah. "Dari lukisan inilah, saya belajar membuat kreativitas dan terobosan," kata pria yang memiliki banyak koleksi lukisan itu.
Banyak cara yang ditempuh dari pelukis agar bisa menghasilkan kreativitas dan inovasi, seperti lukisan Affandi Koesoema yang melegenda. Agar bisa menghasilkan lukisan yang original, menurut Tommy, Affandi melukis dengan jarinya. Dari konsep melukis ini, ia belajar mengejar target dengan banyak cara, seperti melukis tanpa harus memakai kuas. Meski menyukai lukisan, namun Tommy tak punya banyak waktu untuk membuat karya lukisan. Ia lebih suka menikmati lukisan orang lain dan memahami subjek pelukisnya. Maklum, seorang pelukis bisa menerjemahkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk lukisan. "Pelukis itu sensitif, jika ada dia merasakan ada penindasan, dia bisa menjelaskannya ke kanvas," kata pemilik puluhan lukisan ini.♦
Asnil Bambani Amri Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi