Menyambut tren digital, PT Balai Lelang Serasi (IBID) menerapkan sistem lelang mobil bekas secara online. Tak hanya untuk pedagang, siapa pun bisa ikut menawar di lelang IBID. Bagaimana sistem lelang mobil bekas online tersebut? Daddy Doxa Manurung, CEO PT Balai Lelang Serasi (IBID) menjelaskannya ke jurnalis KONTAN, Asnil Bambani Amri. Saya bergabung dengan Grup Astra ini mulai tahun 1995. Awalnya di PT Serasi Auto Raya (SERA), ditempatkan di unit Toyota Rent a Car (TRAC). Beberapa bulan bekerja di Jakarta, saya diberi tantangan tanggungjawab membuka rental mobil di Bali, khusus untuk pariwisata, hingga saya menjadi kepala cabang di Bali pada tahun 1997. Tantangan itu saya jawab dengan membesarkan bisnis rental itu di Bali sampai ke Nusa Tenggara Barat (NTB). Saya mulai dari nol, merintis, dan membesarkannya. Saya menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan, khususnya perhotelan. Bisnis sewa mobil kemudian saya kembangkan ke Lombok, karena ada tambang emas di sana yang membutuhkan mobil sewaan.
Saat krisis moneter datang, saya masih di Bali. Bisnis yang saya kelola diuntungkan waktu itu. Saat krisis, banyak tamu asing yang datang ke Bali. Saya dapat berkah, karena saya membanderol penyewaan mobil memakai tarif dollar AS. Inilah yang menguntungkan saat itu, sehingga kemudian saya dipindahkan lagi ke Jakarta. Enam tahun di Bali, saya kemudian dipindahkan ke Jakarta masih mengurus penyewaan mobil. Saya sempat mutasi menjadi
department head untuk
customers relations. Setelah itu, saya dipindah lagi mengurus penyewaan mobil sampai tahun 2015. Setelah itu, saya dipindahkan ke PT Balai Lelang Serasi (IBID). Ini merupakan bisnis lelang mobil, alat berat, dan lain-lain, masih di bawah Grup Astra. Awalnya saya menjabat sebagai
General Manager (GM). Ini tantangan baru bagi saya, karena baru mengenal bisnis lelang. Apalagi di Indonesia, sistem lelang juga tidak terlalu baru. Tak banyak masyarakat umum yang mengenal lelang, begitu juga saya yang hanya mengenal bisnis rental mobil sebelumnya. Pada tahun 2017, saya dipercaya menjabat sebagai Presiden Direktur. Yang pertama yang saya lakukan adalah melakukan perubahan organisasi. Bagi saya, organisasi ibarat mesin yang menentukan kinerja. Saya membenahi organisasi, sembari menambah kanal lelang di beberapa kota. Saat saya masuk, lelang baru dilakukan di tiga kota. Sekarang, lelang sudah dilakukan di 10 kota. Fokus digitalisasi lelang Itu saya lakukan karena saya berpikir, bagaimana mendekatkan lokasi lelang mobil ke konsumen. Setelah reorganisasi dan menambah kanal, baru saya mempersiapkan digitalisasi. Dulu jika lelang 1.000 unit mobil, banyak lembar kertas yang kita habiskan dan berapa banyak tenaga yang kita persiapkan. Dengan sistem digital, data mobil yang masuk akan terekam secara digital. Dengan begitu, kondisi mobil yang masuk lelang sampai ke luar lelang akan sama. Digitalisasi proses lelang juga mengurangi fraud, sehingga tak ada yang bisa mengutak-atik kondisi mobil yang bisa mempengaruhi harga lelang. Proses lelang juga sudah bisa kami lakukan secara
online. Jadi siapa pun bisa ikut lelang mobil kami. Cukup dengan membeli nomor peserta lelang Rp 5 juta memakai virtual account, konsumen bisa ikut lelang secara
online streaming. Dengan cara ini, peserta lelang dari mana pun bisa ikut lelang, tanpa harus datang ke tempat lelang kami. Jika yang bersangkutan menang lelang, hari itu juga bisa melunasi lelang mobilnya dan membawa mobil langsung. Jika kalah, uangnya kembali lagi. Mobil yang kami sediakan berasal dari
leasing di Grup Astra dan juga dari mitra kami. Selain itu juga, banyak perusahaan yang menitipkan mobilnya di lelang kepada kami. Begitu juga dari perusahaan rental yang juga menitipkan mobilnya untuk dilelang. Pada tahun 2018, jumlah mobil yang kami lelang mencapai 24.000 unit per tahun, naik 4.000 unit dibandingkan tahun sebelumnya. Tren lelang kami naik terus, karena beberapa kota mulai tumbuh. Dulu kami hanya bertumpu di Jakarta, Surabaya, dan Medan, kini lelang di Semarang juga banyak peminatnya. Pola bisnis kami agak unik. Contohnya, saat bisnis tambang lesu di Kalimantan, bisnis lelang kami justru berkibar. Soalnya, saat bisnis tambang lesu, banyak perusahaan tambang menitipkan kendaraannya untuk dilelang. Makanya, kami buka kanal di Balikpapan dan Banjarmasin. Saya juga kembangkan lelang di kota lainnya tanpa harus membuka kantor di sana. Program ini kami lakukan dalam waktu tertentu saja. Misalnya, kami lakukan lelang tertentu di Manado. Bagi saya, bisnis ini sederhana, layaknya bisnis
event organizer (EO). Di bisnis EO ini, kami mendapatkan pendapatan dari dua pintu. Pertama dari si penitip mobil lelang. Kedua dari si pemenang lelang, yakni dari biaya administrasi. Semakin banyak mobil yang kami lelang, artinya semakin banyak pendapatan yang kami bukukan. Ini bisnis enak, modalnya juga tak besar. Mobil lelang yang laku terjual bisa dibawa pembeli. Kalau gagal, mobil bisa masuk lelang berikutnya atau diambil lagi oleh penitip. Biaya yang kami keluarkan untuk bisnis ini terbanyak adalah sewa lahan. Maklum, lelang butuh lahan. Juga sewa pengamanan, karena mobil-mobil yang kami lelang mesti mendapatkan pengamanan. Kami saat ini fokus untuk digitalisasi, karena mendorong efisien secara bisnis. Saat masuk, mobil akan terekam secara digital, tidak seperti kompetitor kami yang masih check list secara manual. Sistem ini kami sebut sistem appraisal dengan teknologi. Sistem itu bisa menilai eksterior, mesin, interior, dan kaki-kaki mobil. Nah, saat mobil masuk ke balai lelang, database otomatis mencatat dan membuat grade-nya. Dengan begitu, tak ada penilaian subjektivitas dari proses inspeksi. Setelah itu, keluar data rekomendasi harga, mengacu harga-harga mobil yang dilelang sebelumnya. Data tersebut bisa diakses publik di situs
www.ibid.co.id. Calon peserta lelang bisa melihat kondisi interior, eksterior, kaki-kaki, maupun mesin mobil. Kami menjelaskan kekurangan dan kelebihan dari mobil itu apa adanya. Kami tidak mengurangi grade dan tidak menurunkan grade. Dengan sistem ini, kami yakin lelang secara online akan semakin banyak nantinya. Sekarang, masih banyak yang meragukan lelang
online ini. Namun ke depan, saya yakin keraguan itu akan terkikis. Sama dengan orang sekarang gemar belanja
online, dulu banyak yang ragu. Saat ini, kami sudah bisa melakukan lelang di tiga kota secara
online dan bisa diakses streaming. Target kami nanti bisa dilakukan 10 kota dan bisa dilakukan serentak. Peserta bisa dari kota mana pun, tak harus di kota dia domisili. Contoh, lelang di Jakarta bisa diakses di kota lain dan pemenangnya bisa dari kota lain. Kami sudah terapkan digitalisasi lelang ini sejak pertengahan 2018. Kini sudah ada 15%20% dari peserta lelang yang menggunakan sistem ini. Dari 200 peserta lelang, ada sekitar 20 orang atau 30 orang yang sudah mengikuti lelang
online. Ke depan, orang akan mengarah ke teknologi. Kami percaya itu. Pesan kami, kalau tak mengerti otomotif dan ikut lelang, sebaiknya bawa orang yang paham otomotif. Soalnya, kami melelang mobil dari yang baru dipakai sebulan hingga yang tak sempurna. Tetapi, kami melelang dan memberikan informasinya apa adanya. Kami selalu transparan. Jika mobil tak bisa jalan akan kami ceritakan kondisinya. Kalau mobilnya memang bagus, kami akan cerita. Peserta ritel naik Kami biasanya melelang 300 unit sampai 400 unit dalam sekali lelang. Saat ini, peserta lelang kebanyakan broker dan pemilik showroom mobil bekas. Tapi belakangan, komposisi peminat mulai bergeser. Ada 10% peserta lelang adalah masyarakat umum. Kami harap dengan teknologi, pembeli ritel bisa banyak ikut lelang. Izin lelang ini tak spesifik di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan. Yang mendapatkan izin lelang bisa melakukan apa saja. Saat ini, ada 106 balai lelang di Indonesia. Yang lelang otomotif hanya 1516 perusahaan. Saya kebetulan menjadi ketua Perkumpulan Balai Lelang di Indonesia sejak 2018. Perusahaan lelang otomotif terbatas karena susah mencari sumber mobilnya. IBID diuntungkan karena punya grup perusahaan otomotif Astra. Perusahaan lelang terbanyak di Indonesia itu bergerak di lelang properti. Jumlahnya bisa 70%-75% dari anggota kami. Tantangan bisnis lelang ini adalah mengatur organisasi. Makanya saya bikin digitalisasi, karena jika dilakukan secara manual akan subjektif yang berisiko fraud. Kami ingin mobil yang masuk ke balai lelang sama dengan kondisi mobil saat ke luar dari balai lelang. Kemudian, saya meminta ada integritas di internal. Ini menjadi poin penting saya. Makanya saya melakukan reorganisasi karena saya mencari karyawan yang berintegritas. Dalam melakukan reorganisasi, saya meminta ada karyawan dari sister company diajak bergabung ke IBID. Kemudian, saya mixed dengan karyawan lama, agar tercipta budaya baru. Saya juga suka melakukan interaksi dengan karyawan. Saya turun ke balai lelang, berkomunikasi dengan karyawan untuk mengikat emosional. Saya banyak ngobrol dengan mereka, mencari tahu kondisi karyawan bagaimana, staf bagaimana, dan lainnya. Saya juga selalu mengajak karyawan untuk bekerja dengan nyaman. Jika bekerja dengan nyaman, mereka bisa berintegritas. Saya juga memberikan penghargaan seperti menaikkan golongan bagi yang berkinerja. Tetapi, kami juga memberikan hukuman jika ada yang melanggar. Untuk itu, biasanya harus ada role model. Saya berusaha melakukannya, termasuk datang ke kantor paling pagi. Hampir setiap pagi mandi di kantor
Azan subuh belumlah terdengar. Tapi, Doddy Doxa Manurung telah bangkit dari peraduan dan bersiap beraktivitas. Itulah kegiatan rutin yang dilakukan oleh
Chief Executive Officer (CEO) di PT Balai Lelang Serasi (IBID) itu setiap hari kerja, sebelum berangkat ke kantor. Doxa panggilan akrabnya bilang, bangun subuh dilakukan agar bisa berolahraga di Gelora Bung Karno (GBK) sebelum berangkat ke kantor. Namun, Doxa tidak melakukan olahraga berat seperti marathon, sepeda, atau berenang. Doxa melakukan olahraga ringan berupa lari pagi untuk beberapa kali putaran mengelilingi stadion GBK. "Itu olahraga rutin saya setiap pagi, lima atau enam kali putaran GBK, baru berangkat ke kantor," kata Doxa yang diwawancarai KONTAN di kantornya Senin (20/5) lalu. Hidup sehat bagi Doxa sangatlah penting pasca-harus memasang ring pada jantungnya pada tahun 2013 lalu. Gaya hidup kurang sehat yang dilakukan sebelumnya, membuat Doxa kini mesti disiplin dalam membakar kalori agar tak bertumpuk dalam tubuhnya. "Kesehatan itu mesti dijaga," pesannya. Seusai melakukan olahraga di GBK, barulah Doxa menuju kantornya di daerah Bintaro, Jakarta Selatan. Kerap kali, Doxa datang di kantor paling awal, maklum ia sudah berada di kantor sebelum jarum jam berdentang pada pukul 7 pagi. Usai mendinginkan badan, ia kemudian mandi di kantor. "Ini salah satu contoh yang saya lakukan kepada karyawan, agar bisa melakukan sesuatu yang lebih kepada kantor," kata Doxa. Meski demikian, Doxa tak menuntut semua karyawannya harus melakukan hal yang sama, yakni datang pagi hari seperti yang ia lakukan. Baginya, berbuat lebih untuk kantor itu bisa dilakukan dengan banyak hal, salah satunya bekerja lebih pagi. Tetapi juga bisa dilakukan dengan kualitas kerja yang lebih baik. "Tinggal diterjemahkan saja, berbuat lebih itu bisa dilakukan dalam bentuk apa pun," ujar Doxa. Totalitasnya dalam bekerja membuat Doxa kerap pulang malam, dan hanya bertemu keluarga malam hari atau akhir pekan. Beruntung, ia tidak mendapatkan komplain dari anak, karena sang anak sudah besar dan tinggal di Depok untuk kuliah di Universitas Indonesia. "Sabtu dan Minggu baru kami isi dengan acara keluarga," jelas Doxa. Selain setiap hari menekuni bisnis lelang mobil, Doxa menyempatkan diri untuk investasi. Baginya, investasi itu penting sebagai tabungan masa depan anaknya kelak. "Saya ini tipe orang gajian, jadi investasi lebih kepada bentuk tabungan saja, properti, dan obligasi," kata sarjana politik itu. Investasi properti baginya bukan sebagai pedagang, hanya membeli unit untuk disewakan. Namun jika ada yang menawar dan harganya cocok, barulah Doxa menjualnya. Selanjutnya, jika ada peluang baru di properti, Doxa juga tak menyia-nyiakan kesempatan itu. "Saya
mikir, membeli properti itu sejatinya untuk anak. Kalau ada yang menawar bagus, ya kita jual," jelasnya.
Terkait dengan mimpi yang belum terealisasi, Doxa hanya berharap suatu saat bisa mendapatkan tantangan mengurus bisnis non-otomotif di Grup Astra. "Sudah 24 tahun saya urus bisnis otomotif, dari
rental sampai lelang mobil. Permintaan ini sudah saya sampaikan ke atasan," harapnya. Bagi Doxa, saat menerima tantangan baru, itu sama dengan membuka kesempatan untuk kembali belajar. Begitulah yang ia lakukan saat memimpin di IBID. Ia mesti belajar bisnis lelang mobil yang relatif baru baginya. "Itulah tantangannya, belajar hal baru yang membuat kita lebih maju," katanya.♦
Asnil Bambani Amri Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi