JAKARTA. Harga timah kembali menanjak selama sepekan terakhir. Timah mendapatkan dukungan atas berkembangnya situasi di Ukraina. Mengutip data
Bloomberg, kontrak timah untuk tiga bulan di London Metal Exchange (LME) per Kamis (8/5) ada di level US$ 23.225 per metrik ton. Tercatat, harga timah itu sudah naik 1,5% selama sepekan terakhir. Sejak akhir tahun lalu, timah tercatat naik 3,9%. Timah sempat menyentuh level tertinggi tahun ini di US$ 23.750 per metrik ton pada tanggal 24 April 2014. Sejak itu, harga timah relatif menurun.
Ibrahim, analis komoditas dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka menjelaskan, harga nikel sedikit diuntungkan secara fundamental. Menurutunya, positifnya neraca perdagangan China dan ekspor impor China turut melambungkan harga timah. Seperti diketahui, China merupakan salah satu negara produsen timah di dunia. Namun, produksi timah yang dihasilkan dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu, China masih mengimpor timah dari negeri lain, seperti Indonesia. “Positifnya kinerja ekspor impor China akan mendorong Negeri Tirai Bambu ini untuk mengekspor timah dalam jumlah lebih besar,” ungkap Ibrahim, Jumat (9/5). Sebagai informasi saja, China mencatatkan neraca perdagangan April 2014 sebesar US$ 18,5 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi sebesar US$ 15,2 miliar. Ekspor China juga mencatatkan pertumbuhan 0,9%. Pertumbuhan ini juga lebih tinggi dibandingkan ekspektasi minus 1,7%. Adapun impor China tumbuh 0,8%. Impor ini juga lebih tinggi dibandingkan ekspektasi sebesar minus 2,3%. Faktor pendukung lainnya, lanjut Ibrahim, dikarenakan perdagangan timah telah diatur melalui bursa. Hal ini menjadikan harga timah lebih stabil. Terangkatnya harga timah juga belum terlepas dari faktor eskalasi geopolitik di Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin meminta kelompok pro separatis Rusia agar menunda referendum pemisahan diri pada akhir pekan ini. Namun permintaan Putin ini ditolak oleh kelompok pro separatis. Bahkan kelompok ini akan membentuk Republik Rakyat Donetsk. Ibrahim bilang, harga timah masih berpotensi menguat hingga tanggal 25 Mei 2014. Sebab, tanggal tersebut merupakan tenggat waktu yang diberikan AS dan Uni Eropa kepada Rusia agar menarik pasukannya dari perbatasan Ukraina Timur. Rusia juga diultimatum agar tidak lagi ikut campur di Ukraina Timur. Apabila Rusia menerima ultimatum itu maka AS dan Uni Eropa akan mencabut sanksi ekonomi terhadap Rusia. Dampaknya, ekspor timah dari Rusia kembali berjalan sehingga menjatuhkan harga.
Kondisi sebaliknya, sambung Ibrahim, apabila Rusia tidak mentaati ultimatum dari AS dab Uni Eropa maka harga timah berpeluang kembali melesat. Secara teknikal, penguatan timah cenderung terbatas. Hal ini tercermin dari bollinger band yang berada 60% di atas bollinger bawah. Moving average berada 60% di atas bollinger bawah. Ini indikasi negatif bagi harga timah. Stochastic berada di level 75% dengan arah positif. Sementara moving average convergence divergence (MACD) dan relative strength index (RSI) masih wait and see. Ibrahim menduga harga timah sepekan ke depan akan menguat terbatas berkisar antara US$ 23.066-US$ 23.192 per metrik ton. Sementara harga timah hingga akhir semester I-2014 diperkirakan bergerak di level US$ 22.800-US$ 23.500 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri