Digugat MAKI Karena Belum Tahan Eddy Hiariej, Ini Kata KPK



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena belum menahan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH). Gugatan ini teregistrasi dengan nomor perkara 14/Pid.Prap/2024/PN.JKT.SEL.

Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, bila memang dibutuhkan pasti dilakukan penahanan karena tidak ada tersangka yang tidak ditahan KPK, kecuali memang misal tersangka sakit keras sesuai keterangan dokter dan tidak layak ditahan. Serta beberapa alasan lain sesuai aturan hukum.

“Silakan saja, tidak bisa dilarang (gugatan terhadap KPK). Namun tentu perlu kami jelaskan penahanan itu kebutuhan proses penyidikan,” ujar Ali kepada Kontan, Rabu (24/1).


Dihubungi secara terpisah, Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, menangkap dan menahan itu upaya paksa yang merupakan kewenangan dari penegak hukum. Kepentingannya adalah agar tersangka atau terdakwa tidak menghambat jalannya pemeriksaan dan/atau sidang dalam perkara yang bersangkutan.

Jika penegak hukum termasuk KPK menganggap bahwa seorang tersangka atau terdakwa tidak mempersulit jalannya pemeriksaan perkara a quo, maka atas kewenangannya bisa juga tidak menahan karena tidak mengganggu jalannya persidangan atau pemeriksaan.

Baca Juga: KPK Tetapkan Dua Tersangka Baru Kasus Suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian

Fickar menilai dalam konteks eks Wamenkumham sangat mungkin dengan pertimbangan itu tidak dilakukan penahanan. Namun, jika pertimbangannya soal keadilan, maka itu jelas tidak adil dibandingkan dengan tersangka yang lain. Persoalannya itu hak subjektif penegak hukum cq KPK.   

“MAKI harus dihormati karena mewakili sebagian masyarakat Indonesia yang merasa tidak adil dengan tidak ditahannya eks Wamenkumham. Saya kira ini (penahanan eks Wamenkumham) soal waktu saja,” ucap Fickar.

Sebelumnya, KPK resmi mengumumkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) sebagai tersangka dalam dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Kemudian, asisten pribadi EOSH yakni Yosi Andika Mulyadi (YAM) selaku pengacara, Yogi Arie Rukmana (YAR) selaku asisten pribadi EOSH, dan Helmut Herawan (HH) selaku wiraswasta dan Direktur Utama PT CLM.

Adapun konstruksi perkara ini diduga berawal dari terjadinya sengketa dan perselisihan internal di PT CLM dari tahun 2019 sampai tahun 2022 terkait status kepemilikan perusahaan.

Untuk menyelesaikan sengketa tersebut HH selaku Direktur Utama PT CLM berinisiatif untuk mencari konsultan hukum dan sesuai rekomendasi yang diberikan diperoleh saran untuk meminta bantuan kepada EOSH.

Sebagai tindak lanjut, pada sekitar April 2022 dilakukan pertemuan di rumah dinas EOSH yang dihadiri HH bersama staf dan pengacara PT CLM, EOSH, YAR, dan YAM. Dengan kesepakatan yang dicapai yaitu EOSH siap memberikan konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum PT CLM.

EOSH kemudian menugaskan YAR dan YAM sebagai representasi dirinya. Besaran fee yang disepakati untuk diberikan HH kepada EOSH sejumlah sekitar Rp 4 miliar.

Selain itu juga ada permasalahan hukum lain yang dialami HH di Bareskrim Polri dan untuk itu EOSH bersedia dan menjamin proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3 dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp 3 miliar.

Sempat terjadi hasil RUPS PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum Kemenkumham karena akibat sengketa internal PT CLM. Sehingga HH kembali meminta bantuan EOSH untuk membantu proses buka blokir.

Atas kewenangan EOSH selaku Wamenkumham, maka proses buka blokir akhirnya terlaksana. Informasi buka blokir disampaikan langsung oleh EOSH kepada HH.

Baca Juga: Mantan Ketua KPK Firli Bahuri Kembali Gugat Polda Metro Jaya

Selain itu HH juga memberikan uang sejumlah sekitar Rp 1 miliar untuk keperluan pribadi EOSH maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia.

Dari kesepakatan antara HH dan EOSH untuk teknis pengiriman di antaranya melalui transfer rekening bank atas nama YAR dan YAM.

“KPK menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp 8 miliar dari HH kepada EOSH melalui YAR dan YAM sebagai bukti permulaan awal untuk terus ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut terkait dengan penerimaan – penerimaan lainnya,” jelas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Kamis (7/12/2023).   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat