Diharapkan Selesai Tahun Ini, Revisi UU Migas Masih di Badan Keahlian DPR



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyusunan revisi Undang-Undang Migas  atau RUU Migas masih di Badan Keahilan DPR RI (BKD). RUU Migas kemungkinan akan mulai dibahas di masa sidang awal DPR tahun ini.

“Proses RUU Migas jelasnya masih di BKD. Kami dalam satu minggu ke depan akan membahas hasil studi BKD. Mungkin akan kita mulai pembahasannya di masa sidang awal ini,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno kepada Kontan.co.id, Rabu (11/1).

Namun sebelum ke pembahasan RUU Migas, Komisi VII DPR RI akan fokus terlebih dahulu menyelesaikan RUU Energi Baru Energi Terbarukan (EBET).


Meski demikian, pembahasan RUU Migas diharapkan tidak harus memakan waktu menahun. Eddy memperkirakan RUU Migas bisa diselesaikan pada tahun ini.

“Karena yang direvisi tidak terlalu banyak hanya pasal-pasal yang sudah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar Eddy.

Baca Juga: Komisi VII DPR RI Proyeksikan Revisi UU Migas Tuntas 2023

Eddy menjelaskan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)  sudah tidak sah lagi sebagai regulator hulu migas. Maka SKK Migas secara legal formal nanti akan ditiadakan atau dibubarkan dan diganti dengan badan hukum baru.

Badan hukum baru tersebut memiliki mandat kurang lebih sama dengan SKK Migas. Nantinya badan hukum yang memiliki pertanggung jawaban langsung kepada menteri dan presiden.

“Bagaimana bentuk badan hukum di mana struktur badan hukumnya, ini salah stau pembahasan kita di dalam revisi UU Migas,” tandas Eddy.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji pernah menyatakan, revisi UU Migas khususnya berkenaan dengan status dan legitimasi atas payung hukum SKK Migas. Pasalnya, saat ini masih banyak perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia mempertanyakan hal tersebut.

Perusahaan yang ingin berinvestasi di sektor hulu migas selalu mempertanyakan status SKK Migas karena memang hingga kini belum ada kejelasan hukumnya.

“Perusahaan besar di Amerika yang akan investasi di non-conventional discovery di PHR (Pertamina Hulu Rokan), pertanyaan pertama SKK Migas itu apa? Special task force itu apa? Itu pertanyaan besar,’” ujar Tutuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR, Selasa silam (13/12).

Tutuka cukup terkejut ketika perusahaan besar mau investasi di Indonesia, lembaganya sendiri ditanyakan. “Mungkin itu, saya mohon sekali ke depan (SKK Migas) bisa memiliki kepastian hukum yang penting ke depannya,” harap Tutuka

Pada konferensi pers 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022), Tutuka menyampaikan hal substansial dalam RUU Migas berkaitan erat dengan perubahan iklim investasi menjadi lebih baik. Sebab, saat ini competitiveness Indonesia dibandingkan Thailand, Malaysia, dan beberapa negara Afrika termasuk yang terendah.

Salah satu yang perlu direvisi adalah soal perpajakan, khususnya pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajakpenghasilan (PPH) yang prosesnya begitu panjang dan rumit. “Kami usulkan agar diberlakukan seperti pada UU lama saja,” katanya.

Tutuka menjelaskan, RUU Migas harus segera dirampungkan karena Indonesia berkejaran dengan waktu. Dia mencontohkan Blok Natuna di Kepulauan Riau. Sudah 45 tahun ladangmigas itu mandeg karena sangat kompleks, berisiko tinggi, dan butuh investasi besar.

“Kalau ini tidak diselesaikan sekarang, kita akan kehilangan peluang karena dalam 10-20 tahun nanti adalah masa bagi renewable energy,” katanya.

Baca Juga: Draft DIM Sudah Dibuat, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan Masuki Babak Baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat