Dilema APBN 2025, Terbebani Program Jokowi dan Janji Prabowo



KONTAN.CO.ID – JAKARTA.  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diperkirakan akan kembali terbebani program Presiden Joko Widodo dan janji kampanye Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Pasalnya masih banyak mega proyek peninggalan Jokowi yang tetap harus dilanjutkan dan juga akan ditambah dengan berbagai program janji kampanye Prabowo.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai, tahun depan defisit fiskal harus dikelola secara ketat. Sebab ada banyak proyek jumbo pemerintahan Jokowi yang tak mungkin diberhentikan begitu saja.  


Akan tetapi, di saat yang bersamaan, pemerintahan Prabowo juga mempunyai program tersendiri yang sudah dirancang dan ditawarkan saat berkampanye.

Baca Juga: Kerja Keras APBN Danai Janji Prabowo-Gibran

“Di sinilah letak dari dilemanya, artinya kan harus ada program dari Prabowo yang mungkin tidak akan langsung dijalankan, pada tahun pertama. Karena dengan meneruskan program Jokowi, seperti IKN, jalan tol, dan hirilisasi, nah inikan membutuhkan biaya besar. Jadi Prabowo harus menghitung ke depan, apakah programnya akan dijalankan semua atau parsial,” tutur Bhima kepada Kontan, Selasa (18/6).

Ia mencontohkan seperti program makan siang gratis alias makan bergizi gratis yang diusung Prabowo, sebaiknya tidak dijalankan pada seluruh wilayah Indonesia mengingat membutuhkan anggaran yang sangat besar. Menurutnya, program tersebut bisa diprioritaskan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) terlebih dahulu.

Dengan disiplin fiskal tersebut lanjutnya, akan membuat defisit APBN pada 2025 tidak melebar. Di samping itu, jika defisit melebar, maka penerbitan surat utang semakin banyak, dan APBN tahun selanjutnya akan semakin terbebani.

“Selain itu yang harus diperhatikan juga utang jatuh tempo yang nilainya Rp 800 triliun di 2025. Ini juga harus dikelola dan ini pastinya akan membuat defisit APBN ikut melebar,” ungkapnya.

Baca Juga: Defisit APBN 2025 Melebar, Dibebani Utang dan Keberlanjutan Program Jokowi

Bhima juga menyebut, penerbitan utang ke depan juga tidak akan mudah utamanya dalam menerbitkan SBN valuta asing (valas). Sebab, kondisi perekonomian global juga masih penuh ketidakpastian.

Editor: Noverius Laoli