Dilema BI Menghadapi Pelemahan Rupiah hingga Mendorong Pertumbuhan Ekonomi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya Bank Indonesia (BI) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga nilai tukar rupiah dinilai cukup sulit.

Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan, secara logika jika BI menaikkan suku bunga acuannya, maka bisa mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

Akan tetapi aliran modal asing yang masuk (capital inflow) akan lebih sedikit karena nilai tukar rupiah yang melemah.


Baca Juga: Pergerakan Rupiah Senin (2/10) Masih Disetir Faktor Eksternal

“Apalagi kita sudah hampir defisit (APBN). Jadi tidak aman dari segi neraca perdagangan ekspor dan impor Indonesia karena harga komoditas menurun,” tutur Berly kepada Kontan.co.id, Minggu (1/10).

Maka dari itu, untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap aman, nilai ekspor harus tetap terjaga lebih tinggi dibandingkan kinerja impor. Selain itu, bisa juga dengan mendorong capital inflow jika suku bunga Indonesia lebih tinggi dari suku bunga global.

Berly berasumsi, sebenarnya BI bisa saja menurunkan suku bunga acuannya, akan tetapi jika turun maka akan berdampak pada melemahnya nilai tukar.

Tercatat, BI kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2023.

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus tertekan. Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah pada September 2023 (sampai dengan 20 September 2023) secara point-to-point melemah sebesar 0,98% dibandingkan dengan level akhir Agustus 2023.

Secara year-to-date (YTD), nilai tukar Rupiah menguat 1,22% dari level akhir Desember 2022, lebih baik dibandingkan dengan nilai tukar mata uang negara berkembang lainnya seperti Rupee India, Peso Filipina, dan Baht Thailand yang masing-masing mengalami depresiasi sebesar 0,42%, 1,92%, dan 4,03%.

“Jadi BI itu tidak mudah, karena harus memutuskan diantara dua yang sama-sama nggak enak, antara ekonomi melemah atau rupiah yang melemah,” ungkapnya.

Baca Juga: Proyeksi Inflasi September, Terkerek Sentimen Harga Minyak hingga Pelemahan Rupiah

Keputusan BI mempertahankan suku bunga juga diperkirakan karena kondisi Indonesia yang saat ini menjelang pemilihan umum (pemilu). Sehingga harus ada atensi fokus antara pada masyarakat umum dengan kalangan elit.

Dia menyebut, biasanya kalangan elit lebih peduli pada nilai tukar rupiah, sementara masyarakat luas lebih peduli pada pertumbuhan ekonomi.

“Tetapi kita prediksi tahun ini pertumbuhan ekonomi hanya 4,9%, sehingga kuartal III dan IV akan menurun. Ini karena setahun kemarin kan pertumbuhan ekonomi kita didorong ekspor. Namun karena harga-harga komoditas turun, jadi ekspor akan melemah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Berly mengungkapkan, hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik adalah dengan mempercepat belanja, baik itu belanja pusat maupun daerah.

Akan tetapi, pemerintah harus fokus melakukan belanja yang sifatnya produktif agar dampak yang dirasakan kepada masyarakat lebih nyata.

“Ini APBN masih surplus (hingga Oktober 2023) tapi sebenarnya nggak baik untuk kondisi sekarang. Dimana banyak gangguan eksternal jadi harus segera didorong, segera dicairkan khususnya untuk kegiatan yang berdampak rutin ke masyarakat,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto