Ketidakpastian selalu ada. Itu sudah risiko yang acap harus dihadapi para pengusaha. Tapi jelas tidak lucu bila sumber ketidakpastian itu justru dari pemerintah yang tidak kompak dan ingin menggonta-ganti kebijakannya sendiri. Satu contohnya, kebijakan harga batubara wajib pasok dalam negeri sebesar 25% produksi: akan direvisi, tak jadi revisi, dievaluasi entah apalagi. Padahal, peraturan menteri ESDM mematok harga US$ 70 per ton untuk batubara acuan 6.322 kkal ini baru diterapkan Maret lalu. Sedari benih, beleid domestic market obligation (DMO) ini memang mengundang kritik. Para pengusaha emas hitam jelas keberatan, karena pendapatan mereka akan merosot sekitar 7,5%. Jual paksa harga murah ke PLN dinilai sebagai perlakuan yang tidak adil. Selain itu, lantaran bakal ribet di lapangan, mereka lebih memilih tambah royalti sekitar 2%–3% saat harga tinggi untuk memenuhi beleid ini.
Dilema harga paksaan
Ketidakpastian selalu ada. Itu sudah risiko yang acap harus dihadapi para pengusaha. Tapi jelas tidak lucu bila sumber ketidakpastian itu justru dari pemerintah yang tidak kompak dan ingin menggonta-ganti kebijakannya sendiri. Satu contohnya, kebijakan harga batubara wajib pasok dalam negeri sebesar 25% produksi: akan direvisi, tak jadi revisi, dievaluasi entah apalagi. Padahal, peraturan menteri ESDM mematok harga US$ 70 per ton untuk batubara acuan 6.322 kkal ini baru diterapkan Maret lalu. Sedari benih, beleid domestic market obligation (DMO) ini memang mengundang kritik. Para pengusaha emas hitam jelas keberatan, karena pendapatan mereka akan merosot sekitar 7,5%. Jual paksa harga murah ke PLN dinilai sebagai perlakuan yang tidak adil. Selain itu, lantaran bakal ribet di lapangan, mereka lebih memilih tambah royalti sekitar 2%–3% saat harga tinggi untuk memenuhi beleid ini.