JAKARTA. Bahan bakar minyak (BBM) jenis solar merupakan penyumbang dari biaya produksi perikanan tangkap. Prosentasenya dapat mencapai 60%-70% dari total biaya produksi. Dengan semakin mahalnya biaya produksi tersebut, mengakibatkan nelayan dengan kapal diatas 30 gross ton (GT) pikir-pikir untuk melaut. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwynn Jusuf mengatakan, dengan kebijakan pembatasan subsidi solar tersebut para nelayan akan memperhitungkan secara matang antara biaya melaut dengan hasil yang didapat agar tidak merugi. Dia menambahkan, selama ini pemilik kapal diatas 30 GT kebanyakan dimiliki oleh sekelompok nelayan. Agar tidak terjadi kerancuan di lapangan, KKP mengharap adanya sistem kuota yang jelas untuk setiap kapal mendapatkan solar bersubsidi terus. Pasalnya bila menggunakan sistem siapa yang cepat dia yang mendapat atau first come first serve hal tersebut dirasa tidak adil juga. "Tujuan jelas, maksimal ada platformnya," kata Gellwynn, Rabu (6/8).
Dilema nelayan atas kebijakan pembatasan BBM
JAKARTA. Bahan bakar minyak (BBM) jenis solar merupakan penyumbang dari biaya produksi perikanan tangkap. Prosentasenya dapat mencapai 60%-70% dari total biaya produksi. Dengan semakin mahalnya biaya produksi tersebut, mengakibatkan nelayan dengan kapal diatas 30 gross ton (GT) pikir-pikir untuk melaut. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwynn Jusuf mengatakan, dengan kebijakan pembatasan subsidi solar tersebut para nelayan akan memperhitungkan secara matang antara biaya melaut dengan hasil yang didapat agar tidak merugi. Dia menambahkan, selama ini pemilik kapal diatas 30 GT kebanyakan dimiliki oleh sekelompok nelayan. Agar tidak terjadi kerancuan di lapangan, KKP mengharap adanya sistem kuota yang jelas untuk setiap kapal mendapatkan solar bersubsidi terus. Pasalnya bila menggunakan sistem siapa yang cepat dia yang mendapat atau first come first serve hal tersebut dirasa tidak adil juga. "Tujuan jelas, maksimal ada platformnya," kata Gellwynn, Rabu (6/8).