Dinamika Perekonomian Global Membuat Dana Kelolaan Industri Reksadana Fluktuatif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam lima tahun terakhir, dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) industri reksadana bergerak naik turun (fluktuatif). Dinamika perekonomian global telah menyetir minat pasar menuju reksadana kelas aset tertentu.

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengamati, pertumbuhan dana kelolaan reksadana dalam lima tahun terakhir turut dibarengi sejumlah risiko. Hal itu tercermin dari naiknya dana kelolaan pada kelas aset pendapatan tetap dan reksadana indeks/ETF yang menunjukkan bahwa terdapat kenaikan risiko di pasar.

Selama periode Agustus 2018 – Agustus 2023, dana kelolaan bertambah sekitar Rp 53 triliun menjadi Rp 516,681 triliun dari Rp 493.325 triliun. Dari jumlah tersebut, reksadana pendapatan tetap mencatatkan penambahan AUM paling signifikan dibandingkan kelas aset saham yang sebaliknya melaporkan pengurangan dana kelolaan secara drastis.


Baca Juga: Prospek Reksadana Saham Offshore Menarik, Ini Faktor Pendorongnya

Arjun menjelaskan, industri pasar modal mengalami tekanan saat adanya risiko tinggi dari perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) pada tahun 2019. Perang antara kedua negara ekonomi terbesar dunia tersebut memberikan dampak negatif terutama pada pasar saham.

Fenomena covid-19 kemudian datang mewarnai industri pasar modal termasuk reksadana selama tahun 2020 - 2021. Reksadana sebagai instrumen investasi berisiko rendah kembali diminati di tengah adanya perlambatan ekonomi global akibat pandemi, di mana AUM melonjak tajam menjadi Rp 580.144 triliun di akhir tahun 2021.

Memasuki tahun 2022, AUM industri reksadana berangsur turun hingga akhirnya dana kelolaan terpantau sekitar Rp 508 triliun per Desember 2022. Jumlah ini hanya berbeda tipis dibandingkan posisi akhir tahun 2018 yang berkisar Rp 506 triliun.

Infovesta mencermati anjloknya dana kelolaan reksadana pada tahun 2022 akibat gelombang perpindahan dana dari institusi asuransi ke Kontrak Pengelolaan Dana (KPD). Hal tersebut berkaitan dengan Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi alias SEOJK PAYDI.

Sebagai informasi, SEOJK PAYDI yang berlaku pada 14 Maret 2022 itu mengatur penyelenggaraan PAYDI oleh perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah, termasuk unit usaha syariah. SEOJK PAYDI atau disebut pula Unit Linked tersebut melarang penempatan pada beberapa jenis reksadana dan juga membatasi investasi pada pihak terafiliasi.

Baca Juga: Reksadana Pasar Uang Kembali Diminati pada Bulan Agustus 2023

Sementara itu, Arjun melihat penambahan dana kelolaan reksadana di sepanjang tahun 2023 ini karena tekanan dari risiko global. Pasar umumnya diliputi perlambatan ekonomi global yang bersumber dari penerapan suku bunga tinggi The Fed. Amerika hampir mengalami gagal bayar hutang, sementara ekonomi China masih terus tertatih untuk mencoba bangkit sejak dihantam pandemi.

“Ini membuat investor mengalihkan dari saham ke produk investasi yang lain,” imbuh Arjun kepada Kontan.co.id, Jumat pekan lalu.

Oleh karena itu, Arjun mewajari adanya penurunan dana kelolaan terutama di aset saham karena investor mempertimbangkan opsi investasi yang lebih aman. Investor lebih memilih reksadana ETF karena lebih terdiversifikasi, sementara reksadana pasar uang dan pendapatan tetap diminati karena dianggap sebagai aset aman (safe haven asset).

 
 
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .