Dinas Kesehatan AS Setuju Esketamin Sebagai Penghilang Depresi



KONTAN.CO.ID - DW. Food and Drug Administration (FDA) atau Dinas Administrasi Obat dan Makanan Amerika Serikat menyetujui penggunaan esketamine sebagai obat penolong pasien penderita depresi pada Selasa (5/3). Namun, FDA mengingatkan agar tidak terjadinya salah guna antara obat ini dengan obat lain yang mirip, yakni ketamin. Ketamin biasa digunakan sebagai anestesi berpotensi menyebabkan pengkonsumsi berhalusinasi, juga merasa berjarak antara jiwa dan raga. Penyalahgunaan obat ini sebagai zat narkotika seringkali disebut dengan "Special K.

Pernyataan persetujuan esketamine sebagai obat antidepresi muncul tiga dekade setelah pemberian lisensi untuk Prozac. Setelah dilakukan uji coba, "Spravato” nasal spray, yakni produk keluaran dari perusahaan farmasi raksasa Amerika Serikat, Johnson & Johnson (J&J), dilaporkan berhasil menenangkan simptom depresi pada beberapa pasien dalam waktu 24 jam.

"Spravato berpotensi mengubah paradigma penanganan dan menawarkan harapan baru bagi sepertiga pasien dengan gangguan depresi berat, yang kebal terhadap penanganan sebelumnya.,” ujar Mathai Mammen, Kepala global untuk Penelitian dan Pengembangan J&J.


Tidak Boleh Self-Service

Tidak seperti Prozac, yang bekerja membatasi reseptor otak menyerap ulang neurotransmitter serotin, Spravato justru bertujuan untuk mengembalikan koneksi syaraf di otak yang terhubung dengan suasana hati, kata J&J.

Meski efek dari obat ini diprediksi dapat bertahan antara empat hingga tujuh hari, akan tetapi manfaat jangka panjangnya belum diketahui jelas.

FDA juga menegaskan bahwa penggunaan Spravato juga dapat berefek negatif, seperti diasosiasi dan murung. Tentunya penggunaan obat hanya dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter dan tidak untuk dibawa pulang.

Meski demikian, Kim Witczak, anggota penasihat FDA mengingatkan produsen obat ini, bahwa mereka harus bertanggungjawab atas pelaksanaan dan pelaporan terhadap obat ini kepada FDA.

Wall Street memprediksi penjualan obat ini dapat menembus angka 600 juta dollar AS atau setara dengan 8,4 miliar Rupiah sampai tahun 2020.

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti