Dinas Kesehatan DKI Jakarta Deteksi Lonjakan Kasus Gagal Ginjal Akut sejak Mei 2022



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta telah mendeteksi lonjakan kasus gagal ginjal akut pada anak balita sejak Mei 2022. 

Meskipun kenaikan jumlah kasus gagal ginjal akut saat itu masih dalam hitungan jari, tapi, tingkat kematian yang cukup tinggi yakni hampir mencapai 60% membuat Dinas Kesehatan DKI Jakarta meningkatkan kewaspadaan dalam penangan kasus ini.

Hal ini diungkapkan oleh Ngabila Salama, Kepala Seksi Survielans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dalam webinar bertajuk Penyebarluasan Informasi dan Edukasi Terkait Gagal Ginjal Akut pada Anak yang digelar Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (22/10).


Ngabila, menyebut masih banyak yang harus di pelajari dalam penanganan gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak di DKI Jakarta, alias gagal ginjal akut misterius.

Baca Juga: Kemenkes akan Edarkan Obat Penawar Gangguan Ginjal Akut Misterius ke Banyak RS

"Hampir 60 % kasus gagal ginjal akut berakhir dengan meninggal sehingga ada kedukaan dari keluarga, padahal perlu data valid dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk melakukan penanganan kasus ini," kata Ngabila.

Ngabila menceritakan sejak mendeteksi lonjakan kasus, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengaktifkan sistem informasi dari Puskesmas yang tersebar di 44 kecamatan di DKI Jakarta. Jika mereka menemukan dugaan kasus gangguan ginjal akut agar segera melaporkan ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

"Masyarakat bisa melaporkan secara online atau juga bisa juga datang ke Puskesmas terdekat," katanya

Menurut Ngabila Dinkes DKI Jakarta melihat ada alarm lonjakan kasus sejak Mei 2022 yang melonjak tajam jika dibandingkan dengan periode yang sama Mei 2021

"Meskipun jumlahnya hanya hitungan jari tapi ini signal tidak biasa, karena terjadi kenaikan kasus kematian pasien gagal ginjal akut lebih dari dua kali lipat pada anak balita," katanya.

Sejak Mei 2022 itulah Dinas Kesehatan DKI Jakarta sudah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) soal apa kemungkinan penyebab lonjakan kasus, apakah karena dampak long Covid-19 pada anak, atau dugaan lain yang memicu gagal ginjal akut.

Baca Juga: Gagal Ginjal Akut di Jakarta 86 Orang, Dinas Kesehatan Minta Masyarakat Waspada

Kasus gagal ginjal akut di DKI Jakarta ini terus meningkat sampai Agustus 2022 dan hingga Oktober 2022. 

Saat itulah Kementerian Kesehatan mengeluarkan larangan kepada apotek untuk jual obat dan vitamin dalam bentuk sirup.

"Sampai Sabtu (22/10) pagi kasus gagal ginjal akut sudah mencapai 86 kasus sejak sejak Januari 2022. Kasus naik tajam pada Agustus dari rerata hanya 1-2 kasus dalam sebulan melonjak menjadi 12 kasus sebulan," terang Ngabila.

Meskipun demikian Ngabila menegaskan dari sebanyak 86 kasus yang di temukan di fasilitas kesehatan dan Rumah Sakit (RS) di wilayah DKI Jakarta, pasien yang berdomisili di DKI Jakarta atau warga DKIO Jakarta hanya 52 orang atau 56% kasus

"Kasus pasien yang meninggal 55%, yang sudah sembuh dan sehat ada 24 orang," katanya.

Baca Juga: 7 Dampak yang Timbul Jika Terlalu Banyak Konsumsi Garam, Segera Kurangi dari Sekarang

Dari sisi usia kebanyakan pasien gagal ginjal akut ini pada anak  balita, kususnya usia 1-2 tahun dengan persentase kasus sebanyak 80% dari total

Karena anak berusia 5 - 18 tahun di DKI Jakarta yang terkena gagal ginjal akhut hanya 17 kasus dari total 86 orang.

Dinas Kesehatan belum bisa memastikan apakah kasus gagal ginjal akut ini juga berlatar belakang sosioekonomi atau lainnya. 

Termasuk apakah karena penanganan saat anak terjadi demam dengan mengkonsumsi obat-obatan.

Baca Juga: Gagal Ginjal Akut Tidak Disebabkan Infeksi Covid-19 Maupun Vaksin Covid -19

"Biasanya setelah imunisasi orang tua khawatir anaknya demam lalu diberi obat,

Pertimbangan lain kondisi lingkungan sekitar yang menyebabkan terjadinya ganguan ginjal akut. Sebab "Sebaran kasus banyak ditemukan di wilayah pinggran Jakarta, atau berbatasan dengan provinsi lain bukan di tengah kota Jakarta.

Secara umum Ngabila menyebutkan beberapa gejala awal untuk mendeteksi kasus gagal ginjal akut pada anak. 

Misalnya gejala yang banyak ditemukan adalah indikasi demam, badan lemas, lalu terjadi gangguan saluran cerna seperti rasa nyeri di perut, rasa mual dan muntah-muntah. Pada beberapa kasus juga terjadi anak dengan gejala mencret, juga batuk dan pilek.

Pada bagian lain, waktu antara gejala pertama sampai tidak bisa kencing rata-rata 5-9 hari.

Baca Juga: Jumlah Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Sudah Tembus 241 Kasus

Lalu dari gejala awal sampai dengan dilakukan rawat inap rata-rata 5-9 hari.

"Saat anak minum sirup perlu dipantau 10 hari setelah terakhir minum sirup sebagai antisipasi," katanya.   Menurut Ngabila, setidaknya ada tiga penyebab utama terjadinya gagal ginjal akut

Pertama faktor orang, kedua adanya kuman dan ketiga faktor lingkuingan yang berpengaruh pada infeksi

"Virus atau bakteri yang ada menjadi penyebab peradangan dalam tubuh ," katanya

Selain itu berdasarkan hasil penelitian sementara Kementerian Kesehatan ada dugaan lima obat yang mengandung tiga senyawa atau zat yang tidak diperkenankan atau dengan melebih ambang batas.

Baca Juga: Menkes Budi Ceritakan Awal Mula Kasus Gangguan Ginjal Akut Ditemukan di Indonesia

"Ginjal seperti saringan, harus menyaring racun dan dikeluarkan dalam bentuk air kencing. Karenanya saat ginjal rusak karena radang atau rusak tetap maka racun tidak bisa dikeluarkan," terangnya.

Racun yang tidak bisa dikeluarkan dari tubuh ini menyebabkan kadar racun yang mengalir dalam darah terus meningkat tinggi sehingga menyebar ke jantung dan otak. "Ini yang menyebabkan kematian," katanya.

Pada gejala berat gagal ginjal akut indikasinya seperti pasien tidak bisa kencing dalam sehari, sehingga merembet pada penurunan kesadaran, hingga sulit bernafas.

Karena itu deteksi dini lebih penting, dan lebih penting lagi mencegah agar anak-anak kita tidak sakit dengan cara hidup sehat, sehingga tidak perlu mengkonsumsi obat," katanya  

Meskipun demikian, untuk megah kasus makin parah dan berakhir pada kematian masyarakat bisa melakukan deteksi dini.

Saat menemukan gejala -gejala awal sebaiknya pasien langsung dibawa untuk konsultasi tenaga medis seperti dokter. Setelah tiga hari dalam pemantauan dokter penyakit tidak kunjung membaik, maka biasanya dokter akan menyarankan untuk dilakukan cek darah.

"Jika hasil cek darah ada indikasi gangguan ginjal ringan pasien akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih baik agar tata laksana penanganan lebih baik sebelum ke langkah cuci darah," katanya.

Baca Juga: Kemenkes Periksa dan Umumkan 102 Obat yang Dikonsumsi Pasien Gangguan Ginjal Akut

Ngabila juga membagikan tips untuk mengenali tanda bahaya yang diindikasikan dari demam tubuh pada anak.

Misalnya kalau suhu tubuh masih di bawah 38 derajat, maka orang tua bisa melakukan tindakan seperti mencukupi kebutuhan cairan tubuh, lalu mengkompres bagian tubuh anak dengan air hangat terutama pada lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak.   Jika demam anak sudah di atas 38 derajat ada potensi kejang akibat demam. Karena itu ia menyarankan agar segera di bawa ke fasilitas kesehatan, agar diberikan puyer, tablet, dan obat yang dimasukkan dari anus untuk menurunkan demam.

"Ingat yang dilarang itu adalah obat berbentuk sirup bukan isi obatnya tapi pelarut dari sirup yang dikhawatirkan terkontaminasi zat yang seharusnya tidak ada di obat seperti DEG, EG," terang Ngabila.

Karena itu orang tua tidak perlu khawatir jika anak muncul gejala keracunan DEG, EG  tidak langsung menyebabkan gagal ginjal akut asalkan sudah bisa mendeteksi gejala dari awal. 

Ciri-ciri umum yang bisa dipantau adalah air kencing berkurang. "Ginjal rusak tidak berarti tidak bisa kencing, tapi produksi kencing menjadi kurang," tandasnya.

Baca Juga: BPOM: Pengusaha Farmasi Harus Lapor Jika Ganti Bahan Baku Obat

Ia menyarankan masyarakat memantau kebiasaan anak misalnya kencing sebelum tidur atau setelah tidur bisa ditampung gelas ukur, jika volume berkurang maka tren ini harus diwaspadai.

Ngabila juga menyarankan agar orang tua sering membuka popok balita, dan memantau berapa kali ganti pokok, agar mengetahui berapa banyak buang air kecil. "Kalau popoknya kering terus ini perlu diwaspadai," katanya.

Agar menjaga kinerja ginjal tetap baik ia menyarankan agar orang tua memberikan konsumsi cairan cukup  yakni dengan takaran misalnya 2-3 gelas atau setara 800 mililiter untuk balita berusia 7-12 bulan.

"Cairan air ini fungsinya membilas ginjal," katanya

Ia juga menegaskan bahwa kasus ginjal akut ini bukan akibat vaksinasi, sebab dari kasus yang ditemukan di Jakarta, sebanyak 80% pasien balita belum mendapatkan vaksin Covid-19.

"Tidak ada hubungan gagal ginjal dengan vaksinasi apapun tidak ada bukti gagal ginjal dengan vaksinasi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar