KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan
paylater sebagai skema kredit tengah digandrungi oleh masyarakat, terutama di kalangan anak milenial. Kemudahan pengalaman dalam melakukan kredit yang mudah membuat pertumbuhan
paylater semakin masif, apalagi dengan slogannya yang menarik perhatian "beli sekarang bayar nanti". Namun sayangnya, masih banyak yang belum mengetahui risiko pemanfaatan
paylater yang berimbas pada reputasi keuangan debitur bisa jadi aman atau bahkan buruk. Direktur Utama IdScore Yohanes Arts Abimanyu mengungkapkan faktanya profil risiko konsumen yang
high risk dan
very high tinggi saat pandemi COVID-19 mencapai 90%. Beruntung, secara perlahan risiko yang
high risk ke
very high risk ini mengalami penurunan menjadi 80%. Kendati demikian, Abimanyu menilai angka ini masih tinggi lantaran variasi transaksi yang meningkat, salah satunya
paylater.
Ia menambahkan bahwa semakin banyak debitur menggunakan
paylater, itu menunjukkan keagresifannya dalam menyalurkan kredit. Dalam artian, misal seseorang bayar di toko A pakai
paylater sebesar Rp 100 ribu, lalu ke toko B sebesar Rp 100 ribu.
Baca Juga: AFPI Tandatangani Peluncuran SKOPI untuk Dukung Digitalisasi UMKM Dalam sehari kemungkinan mereka akan menggunakan lebih dari 2 transaksi
paylater, ini menunjukkan tingginya intensitas pemakaian
paylater sekalipun nominal transaksi itu masih kecil. Menurut Abimanyu, itu termasuk ke dalam penghitungan
credit scoring. "Isi dari
credit scoring itu seperti salah satunya adalah penghitungan dari perilaku pembayaran si debitur, bagaimana perilaku kita dalam membayar fasilitas kita atau kredit yang disalurkan," jelasnya pada diskusi virtual Kini Paham Kredit #3 Rabu, (10/8) lalu. Lebih lanjut, ia menjelaskan umumnya angka penilaian kredit berkisar antara 250 hingga 900. Apabila
score-nya tinggi itu menunjukkan semakin rendah risiko kreditnya, begitu pula sebaliknya. Meskipun baru setahun memfasilitasi fitur
paylater lewat maupaylater,
Chief Marketing Officer MauCash Indra Suryawan mengungkapkan penggunaan
paylater mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga sembilan kali lipat selama penyalurannya. "Walaupun naik, tapi kami menemui ada segmen
customer yang kecenderungan
high risk, tetapi memang tidak mewakili seluruh segmen menjadi
high risk," jelasnya pada Jumat (12/8). Di Maucash sendiri, penggunaan
paylater cenderung masih kecil dalam nilai transaksinya sebesar 3% - 4% dari volume transaksi kredit yang disalurkan pada tahun ini. Secara total, volume kredit yang disalurkan sebanyak Rp 2 triliun, berarti ada Rp 60 miliar yang didukung. Sebab, Maucash tidak melakukan penetrasi dalam jumlah besar. "Kebutuhannya lebih ke
consumtive financing untuk pembelian kebutuhan primer dalam kehidupan seperti listrik, pulsa, dan lain-lain, itu cukup dominan. Dan untuk rentang usia yang gemuk dalam penggunaannya itu di rentan 25-35 tahun," katanya.
Baca Juga: Dorong Kemandirian Ekonomi di Asia Tenggara, Investree Indonesia Bersinergi Regional Untuk bunganya sendiri, maupaylater menawarkan bunga 4% tanpa biaya administrasi atau biaya tambahan lainnya. Atas peningkatan
paylater di Maucash, Indra pun menyampaikan pesan sebagai himbauan kepada penggunanya untuk tetap menjaga reputasi keuangan sedari dini itu merupakan hal yang baik. "Ini harus benar-benar diperhatikan karena bisa jadi di kemudian hari 5-10 tahun ke depan teman-teman maucash ini akan mengalami pertumbuhan dari segi pendapatan dan usahanya, serta bisnis baru yang memang membutuhkan
support dari bank jangan sampai ini mempengaruhi reputasi keuangannya. Karena
paylater kebanyakan dinilai transaksinya kecil terus lupa membayar atau sengaja untuk tidak membayar. Ini akan berpengaruh," imbuhnya. Lebih lanjut, ia yakin apabila konsumen bisa menjaga amanah dengan jumlah pinjaman kecil, nantinya mereka juga akan dipercaya untuk memperoleh limit yang lebih besar. Tidak hanya Maucash Akulaku pun menyediakan
paylater yang saat ini nilai transaksi
paylater-nya telah mencapai Rp 6 triliun pada semester pertama 2022. Angka ini tidak jauh berbeda dengan nilai transaksi yang diperoleh tahun sebelumnya.
Asal tahu saja, keseluruhan transaksi
paylater tersebut hampir 60% menyasar debitur usia produktif dengan rentan 21-40 tahun. Dan kebanyakan dari mereka menggunakannya untuk kebutuhan yang konsumtif, secara rinci 30% untuk barang-barang konsumsi dan 25% diperuntukkan untuk pembelian
gadget dan
home appliances. Sementara itu, bunga yang ditawarkan mulai dari 0% - 3% per bulan dengan maksimal tenor 12 bulan.
President Director Akulaku Indonesia, Efrinal Sinaga mengungkapkan dalam mengaplikasikan
paylater hingga berisiko
high risk pada penilaian kredit ini bergantung bagaimana cara memitigasi debitur tersebut. "Dimulai sejak proses
on boarding customer hingga pasca
disbursement. Verifikasi data dan aktivitas/media konsumen. Kerja sama dengan lembaga seperti Dukcapil, untuk konfirmasi NIK
face recognation, hingga
gesture recognicion. Hal lainnya kami juga melakukan Cek SLIK dan penilaian dari biro kredit," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi