Diperiksa lagi KPK, Idrus Marham anggap pemeriksaannya sudah cukup



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Sosial Idrus Marham kembali menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan ini untuk kedua tersangka kasus suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1.

Idrus mengatakan, pemeriksaan terhadap dirinya telah dianggap cukup. Sebelumnya, KPK meminta keterangan Idrus soal hubungannya dengan tersangka kasus ini yakni Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo.

"Ada hampir 20 pertanyaan yang disampaikan tadi secara keseluruhan. Semuanya saya sudah jelaskan seperti apa yang ditanyakan oleh penyidik sesuai dengan apa yang saya ketahui terkait dengan tersangka," kata Idrus di depan Gedung KPK, Kamis (26/7).


Idrus kali ini diperiksa sekitar sembilan jam atau hingga sekitar pukul 19.00 WIB. Idrus mengaku tidak mengetahui ihwal pemberian "fee" pemulusan proyek kepada Eni dari Kotjo. Namun Idrus mengaku dekat dengan Eni.

Soal kedekatan dengan para tersangka kasus ini, Idrus mengatakan, ia memang memiliki pergaulan yang luas, baik dengan para politisi maupun pengusaha. "Saya kira para politisi di Republik ini tahu pergaulan saya luas. Dan ibu Eni, saya dekat. Kotjo juga dekat," kata Idrus.

Idrus juga menampik tudingan bahwa ada sebagian dana yang diterima Idrus dari Eni dalam bentuk kado ulang tahun pada pesta ulang tahun putrinya. Kata Idrus, Eni tidak membawa apa-apa saat berkunung ke kediamannya di Widya Candra.

"Ibu Eni pas hari ulang tahun anak saya datang tidak membawa kado. Silakan tanya semua kepada penyidik apakah ada korelasinya atau tidak," ujar Idrus.

Sebelumnya, KPK telah mengamankan 13 orang terkait kasus suap PLTU Riau 1, uang sejumlah Rp 500 juta, dan tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Eni menerima uang sebesar Rp 4,8 miliar itu secara bertahap, yaitu Rp 2 miliar pada Desember 2017, Rp 2 miliar pada Maret 2018, Rp 300 juta pada Juni 2018, dan Rp 500 juta sesaat sebelum terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara itu, Kotjo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat