KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Danareksa Research Institute (DRI) meyakini, ada peningkatan tingkat inflasi pada bulan Juli 2022. Berdasarkan perhitungan lembaga tersebut, inflasi pada Juli 2022 diperkirakan sebesar 0,62% mom, atau lebih tinggi dari inflasi pada Juni 2022 yang sebesar 0,61% mom. Kepala Ekonom DRI Rima Prama Artha mengungkapkan, inflasi pada bulan Juli 2022 ini didorong oleh peningkatan harga bergejolak, khususnya harga pangan, terutama cabai merah, bawang bombay, dan telur. Selain peningkatan harga bergejolak, Rima juga melihat peningkatan harga didorong oleh komoditas dalam kelompok harga diatur pemerintah.
“Peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi dan tarif listrik non subsidi juga memberikan dampak signifikan terhadap inflasi harga diatur pemerintah,” tutur Rima kepada Kontan.co.id, Minggu (31/7). Selain karena pergerakan harga-harga tersebut, Rima juga melihat indikasi inflasi impor (
imported inflation) pada bulan Juli 2022. Ini didorong oleh volatilitas rupiah pada Juli 2022. Ke depan, Rima memperkirakan inflasi pada akhir tahun 2022 melampaui batas atas kisaran sasaran BI yang sebesar 4% yoy. Menurut perkiraannya, inflasi pada akhir tahun 2022 akan berada di level 4,4% yoy hingga 4,7% yoy.
Baca Juga: BI Perkirakan Inflasi Juli 2022 Capai 0,50% MoM Ia mewanti-wanti, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah terkait harga pangan. Apalagi, inflasi harga bergejolak pada Juni 2022 sudah mencapai 2,51% mom atau secara tahunan mencapai 10,07% yoy. Menurut Rima, ini rentan memberikan dampak kepada daya beli masyarakat miskin. Namun, sejauh ini, ia mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberikan bantuan terhadap masyarakat. Menurutnya, jaring pengamanan sosial yang diberikan oleh pemeirntah ini sudah bisa menjaga daya beli masyarakat di tengah peningkatan inflasi.
Plus, menurutnya, inflasi harga pangan ini tak hanya dipengaruhi oleh gangguan rantai pasok akibat perang Rusia dan Ukraina. Ini juga dipengaruhi oleh faktor seasonal, yaitu banyak yang gagal panen. Harapannya, saat musim membaik dan panen terjadi, maka harga pangan bisa lebih stabil. Selain itu, Rima juga memandang pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, untuk menekan imported inflation. Ia juga mengimbau BI kemudian mengerek suku bunga acuan untuk menjangkar inflasi saat mulai liar. “Kalau untuk kapan, ini gaka susah. Namun, sebaiknya segera,” tegasnya. Nah, saat BI akhirnya mulai meninggalkan era suku bunga terendah sepanjang sejarah, ia menyarankan BI menaikkan suku bunga pertama kali sebesar 25 basis poin (bps), sehingga suku bunga acuan bergerak di level 3,75%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto