Diprediksi Suram, Simak Sentimen yang Membanyangi Pergerakan Harga Minyak di 2025



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah diprediksi akan suram pada tahun 2025. Meskipun saat ini ada tanda-tanda kenaikan, namun analis memproyeksi penguatannya bersifat sementara.

Menilik Trading Economics, harga minyak WTI diperdagangkan di level US$ 70,365 per barel pada Rabu (4/12) puku17.00 wib. Adapun harga tersebut menguat 0,67% dalam sehari. Sementara minyak Brent dibanderol US$ 74,148 per barel, menguat 0,71% dalam sehari.

Analis Mata Uang dan Komoditas Doo Financial Futures, Lukman Leong mengatakan penguatan yang saat ini didukung oleh ekspektasi bahwa OPEC+, organisasi pengekspor minyak bumi akan menunda pemulihan produksi, dan ditambah sanksi baru AS terhadap minyak mentah Iran yang akan mengganggu pasokan minyak dari Iran. 


"Dikhawatirkan AS akan terus menambahkan sanksi, terakhir sanksi pada perusahaan transport minyak yang dituduh membantu menyelundupkan keluar minyak Iran," kata Lukman kepada KONTAN, Rabu (4/11). 

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Tipis Rabu (4/12), Jelang Keputusan OPEC+

Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menambahkan, situasi geopolitik di Timur Tengah terus memanas terutama setelah gencatan senjata antara Israel dan Lebanon diikuti oleh aksi saling serang yang berlanjut. 

Selain itu, eskalasi konflik di Suriah, yang sebagian wilayahnya dikuasai pemberontak, turut memperburuk ketegangan politik di kawasan tersebut. Faktor-faktor ini dikombinasikan mendorong harga minyak menguat.

Kendati untuk 2025, kemungkinan harga minyak diprediksi bakal lebih landai. Ibrahim menjelaskan proyeksi ini didasarkan atas kebijakan Presiden Terpilih AS, Donald Trump yang akan menerapkan tarif impor, sehingga terjadi perang dagang dengan beberapa negara seperti China, Kanada, Eropa, Meksiko.

Kondisi tersebut juga akan menciptakan inflasi, yang juga menjadi katalis menguatkan dolar.

"Nah saat dolar mengalami penguatan, ini akan berdampak terhadap harga minyak yang akan jatuh," jelas Ibrahim, Rabu (4/12). 

Baca Juga: Penundaan Peningkatan Produksi OPEC+ Dorong Tren Bullish Harga Minyak

Selain itu, tahun depan juga saat Trump resmi dilantik, Ibrahim bilang perang di Timur Tengah akan segera usai. Sehingga sentimen perang tidak lagi menopang harga logam hitam ini. Ibrahim perkirakan harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 45 sampai US$ 60 per barel tahun depan.

Lukman pun memproyeksi prospek suram bagi komoditas minyak. Kalau Lukman menganalisa lebih disebabkan oleh China sebagai konsumen minyak terbesar yang belum berhasil mengembalikan pemulihan ekonominya. Menurut Lukman, konsumsi minyak di China hanya akan berkisar 250 ribu barel per hari (bhp) per tahun.

Dengan perlambatan ekonomi China, di satu sisi Trump kemungkinan menambah produksi minyak akan menyebabkan kelebihan pasokan minyak global. Dengan demikian harganya akan jatuh. Lukman memperkirakan harga minyak akan merosot ke level US$ 60 per barel, bahkan berpotensi menyentuh US$ 50 apabila OPEC+ memulihkan produksinya. 

Selanjutnya: 9 Ciri-Ciri Diabetes pada Usia Muda, Salah Satunya Mata Kering

Menarik Dibaca: 9 Ciri-Ciri Diabetes pada Usia Muda, Salah Satunya Mata Kering

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih