Diproyeksi kembali melemah, simak sentimen yang mempengaruhi rupiah hari ini (30/9)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah diproyeksi kembali melemah pada perdagangan hari ini (30/9). Sentimen eksternal masih menghambat laju rupiah.

Senior Economist Sucor Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, debt ceiling Amerika Serikat (AS) masih akan memberatkan pergerakan rupiah. Hal tersebut juga terjadi pada pergerakan rupiah di hari Rabu (29/9).

Tekanan bagi mata uang Garuda juga bertambah dari kasus gagal bayar Evergrande. Menurut dia, kalau ada pembayaran utang yang lebih baik, maka risiko untuk negara berkembang akan menurun.


Walau begitu, Fikri melihat pelemahan rupiah cenderung terbatas karena diuntungkan oleh harga komoditas yang sedang baik, khususnya untuk komoditas energi. Hal ini bisa mengerek laju ekonomi Indonesia.

“Tetapi, karena yield US Treasury naik, maka yield SUN kita akan tertekan, ini terlihat dari outflow asing di pasar SUN kita juga terjadi, walaupun pasar sahamnya masih net buy dari minggu lalu,” jelas Fikri, kemarin (29/9).

Baca Juga: Kurs rupiah berpotensi menguat pada Kamis (30/9)

Untuk sentimen dari dalam negeri, belum ada data yang bisa menopang pergerakan rupiah untuk hari ini. Pasar pun masih menanti data inflasi yang dirilis pada Jumat (1/10). Walaupun begitu, Fikri menaksir, inflasi tidak akan besar, dan kalau terjadi deflasi juga akan kecil.

Dalam hitungan Fikri, dengan adanya tarik menarik antara harga komoditas yang bagus, dan yield SUN yang naik, maka ia perkirakan rupiah akan cenderung melemah dalam rentang Rp 14.200 per dolar AS – Rp 14.400 per dolar AS. 

“Tetapi pelemahannya akan tertahan, karena diuntungkan bursa saham yang positif, khususnya dari sektor komoditas,” ujar Fikri.

Sekedar mengingatkan, rupiah melemah 0,14% ke Rp 14.293 per dolar AS pada Rabu (29/9). Serupa, kurs Jisdor juga melemah 0,26% dan ditutup di level Rp 14.307 per dolar AS.

Baca Juga: LPS pangkas suku bunga penjaminan simpanan menjadi 3,5%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari