KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memprediksi neraca nikel Indonesia tak dapat menjamin keamanan pasokan bijih nikel dalam jangka panjang. Hal ini dalam rangka memenuhi kebutuhan smelter yang sudah dibangun maupun yang akan beroperasi dalam waktu dekat. Melansir data analisis mineral yang dihimpun Indonesia Mining Association (IMA), Indonesia menyimpan 4,5 miliar ton cadangan bijih nikel dan telah memproduksi 95 juta ton bijih nikel
per tahun. Namun diprediksi jumlah cadangan itu hanya akan bertahan sampai 20 tahun apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Nikel untuk Kebutuhan Dalam Negeri Produksinya Lebih dari Cukup Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasli mengatakan, Indonesia dianggap telah berhasil menarik investasi secara besar-besaran untuk pembangunan smelter nikel.
Di satu sisi, hal ini cukup membanggakan bagi Indonesia. Artinya bahwa tingkat kepercayaan untuk investasi di dalam negeri cukup positif sehingga banyak yang menanamkan investasinya untuk hilirisasi nikel.
“Namun, di sisi lain perlu juga diperhatikan bahwa cadangan bijih nikel saat ini ada keterbatasan jumlahnya,” jelasnya kepada
Kontan.co.id, Senin (9/10).
Untuk itu, lanjut Rizal, perlu dilakukan lima langkah strategis demi menjaga jaminan pasokan nikel ke dalam negeri.
Pertama, melakukan impor bijih dari negara lain. Negara yang terdekat adalah Filipina yang memiliki sumber daya serta cadangan nikel melimpah. Ditambah, ada kedekatan secara geografis dengan Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Melalui impor bijih, Perhapi menilai, otomatis daya tahan cadangan bijih di dalam negeri akan bertambah.
Baca Juga: Begini Tanggapan Kementerian ESDM Soal Melambatnya Pasokan Bijih Nikel untuk Smelter Kedua, melakukan eksplorasi lanjutan untuk mengkonversi sumber daya menjadi cadangan nikel. Hal ini sering diistilahkan dengan melakukan in-fill drilling sehingga bisa dikonversi sumber daya menjadi cadangan.
Ketiga, menurunkan kadar bijih nikel (cog) yang selama ini menggunakan saprolit kadar di atas 1,7% Ni menjadi kadar di atas 1,5% Ni.
Keempat, upaya eksplorasi di daerah prospek yang belum dilakukan eksplorasi (
green filed area). Rizal menyampaikan, lebih dari 60% daerah yang prospek memiliki kandungan nikel belum dieksplorasi. Pemerintah harus mempercepat lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP) untuk wilayah frontier tersebut.
Baca Juga: Ada Smelter yang Berhenti Produksi Imbas Pasokan Nikel Terbatas Kelima, meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan
recovery penambangan dengan kontrol yang ketat baik dari perusahaan maupun pemerintah.
“Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut akan memperkuat ketahanan cadangan komoditas nikel kita,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli