KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten konstruksi swasta diprediksi akan lebih positif di tahun 2024. Prediksi kinerja ini bersamaan dengan rencana peleburan emiten konstruksi plat merah. Asal tahu saja, Kementerian BUMN berniat menggabungkan tujuh perusahaan BUMN menjadi tiga perusahaan saja. Secara rinci peleburan pertama yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Nindya Karya (Persero), dengan PT Brantas Abipraya (Persero). Penggabungan kedua PT Hutama Karya (Persero) dengan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Penggabungan ketiga adalah PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).
Sekretaris Perusahaan PT Total Bangun Persada Tbk (
TOTL) Anggie S. Sidharta mengatakan, peleburan BUMN Karya belum memiliki dampak secara langsung terhadap kinerja TOTL secara keseluruhan.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Charoen Pokphand (CPIN) dari Analis Berikut “TOTL pun juga belum terlibat proyek pembangunan di IKN,” ujarnya kepada Kontan belum lama ini.
Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada melihat, sentimen negatif di BUMN Karya itu merupakan masalah arus kas, mismanajemen, korupsi, dan penggelembungan nilai proyek yang mereka kerjakan. Di sisi lain, emiten konstruksi swasta memiliki ranah proyeknya sendiri yang berbeda, sehingga bisa dikondisikan sesuai spesifikasi. “Jadi, tidak harus kerja bersamaan dengan konstruksi BUMN yang mungkin lebih
rigid aturannya,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (5/4).
Head of Research Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas melihat, sentimen negatif terhadap BUMN Karya dan isu peleburan mereka bisa memberikan peluang bagi emiten konstruksi swasta. Sebab, BUMN Karya yang dileburkan kemungkinan akan fokus pada proyek-proyek besar, sehingga memberikan ruang bagi emiten swasta untuk mengerjakan proyek-proyek yang lebih kecil. “Namun, perlu dicatat bahwa peleburan BUMN Karya dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing BUMN Karya. Ini dapat membuat BUMN Karya menjadi pesaing yang lebih kuat bagi emiten konstruksi swasta,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (5/4).
Baca Juga: Kinerja AMRT, MIDI, dan DNET Solid di 2023, Simak Proyeksi 2024 dan Rekomendasinya Reza merekomendasikan beli untuk TOTL,
NRCA, dan
ACST dengan target harga masing-masing Rp 570 per saham, Rp 404 per saham, dan Rp 147 per saham. Sementara, Sukarno merekomendasikan
trading buy untuk TOTL dan NRCA dengan target harga masing-masing Rp 540 per saham dan Rp 380 per saham.
“Ini secara valuasi masih tergolong rendah. Namun, untuk ACST rekomendasinya masih
wait and see, karena masih merugi,” papar Sukarno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi