JAKARTA. Prospek reksadana syariah kian kinclong. Sejumlah manajer investasi berniat menerbitkan produk tersebut, semester I 2016. Salah satunya, BNI Asset Management yang akan menerbitkan reksadana pendapatan tetap syariah. Head of Investment BNI Asset Management Hanif Mantiq mengatakan produk ini akan beraset dasar sukuk. "Kami estimasikan produk ini bisa membagikan return 10% per tahun," ujar Hanif. Produk tersebut akan diluncurkan pada kuartal II tahun ini. Adapun target dana kelolaan sekitar Rp 200 miliar untuk satu tahun pertama. MNC Asset Management juga akan menerbitkan reksadana pasar uang syariah kuartal I tahun ini. Direktur MNC Asset Management Suwito Haryatno mengatakan produk ini akan beraset dasar deposito syariah dan sukuk. "Saat ini dalam proses di OJK (otoritas jasa keuangan)," ujar Suwito. Produk ini membidik investor institusi yang membutuhkan instrumen syariah. Misalnya, kata Suwito, investor dana pensiun ataupun jasa keuangan lainnya. "Kami akan ke investor institusi terlebih dahulu karena basis investor ritel masih perlu dikembangkan," ujar dia. Suwito optimistis prospek reksadana tahun ini akan positif dibandingkan tahun 2015 lalu. Menurut dia, investor dengan tujuan investasi satu tahun bisa masuk ke reksadana pasar uang syariah. "Produk ini lebih aman ketimbang saham. Namun, apabila untuk jangka panjang bisa masuk ke reksadana saham secara bertahap," tuturnya. Analis Infovesta Mark Prawirodidjojo sepakat. Menurut dia, reksadana syariah tahun ini akan tumbuh dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan ditopang oleh berkembangnya masyarakat kelas menengah di Indonesia. Selain itu, dukungan pemerintah dan OJK, baik dari sisi regulasi maupun edukasi untuk masyarakat juga akan mendukung perkembangan reksadana syariah. "Misalnya, mulai tahun ini reksadana syariah dapat memiliki aset syariah luar negeri, hal ini dapat menarik bagi investor yang ingin berinvestasi pada aset syariah luar negeri untuk melakukan investasi pada reksadana syariah," papar dia. Di sisi lain, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate pada Januari ditambah dengan potensi penurunan lebih lanjut, juga akan meningkatkan kinerja reksadana syariah. Penurunan BI rate akan berdampak terhadap turunnya yield obligasi dan kenaikan harga obligasi. Ujung-ujungnya, reksadana syariah beraset dasar obligasi akan mengalami kenaikan harga atau capital gain. Kendati demikian, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan masih rendahnya harga minyak diperkirakan masih memberikan ancaman bagi kinerja pasar modal domestik tahun ini.
Diramal kinclong, MI terbitkan reksadana syariah
JAKARTA. Prospek reksadana syariah kian kinclong. Sejumlah manajer investasi berniat menerbitkan produk tersebut, semester I 2016. Salah satunya, BNI Asset Management yang akan menerbitkan reksadana pendapatan tetap syariah. Head of Investment BNI Asset Management Hanif Mantiq mengatakan produk ini akan beraset dasar sukuk. "Kami estimasikan produk ini bisa membagikan return 10% per tahun," ujar Hanif. Produk tersebut akan diluncurkan pada kuartal II tahun ini. Adapun target dana kelolaan sekitar Rp 200 miliar untuk satu tahun pertama. MNC Asset Management juga akan menerbitkan reksadana pasar uang syariah kuartal I tahun ini. Direktur MNC Asset Management Suwito Haryatno mengatakan produk ini akan beraset dasar deposito syariah dan sukuk. "Saat ini dalam proses di OJK (otoritas jasa keuangan)," ujar Suwito. Produk ini membidik investor institusi yang membutuhkan instrumen syariah. Misalnya, kata Suwito, investor dana pensiun ataupun jasa keuangan lainnya. "Kami akan ke investor institusi terlebih dahulu karena basis investor ritel masih perlu dikembangkan," ujar dia. Suwito optimistis prospek reksadana tahun ini akan positif dibandingkan tahun 2015 lalu. Menurut dia, investor dengan tujuan investasi satu tahun bisa masuk ke reksadana pasar uang syariah. "Produk ini lebih aman ketimbang saham. Namun, apabila untuk jangka panjang bisa masuk ke reksadana saham secara bertahap," tuturnya. Analis Infovesta Mark Prawirodidjojo sepakat. Menurut dia, reksadana syariah tahun ini akan tumbuh dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan ditopang oleh berkembangnya masyarakat kelas menengah di Indonesia. Selain itu, dukungan pemerintah dan OJK, baik dari sisi regulasi maupun edukasi untuk masyarakat juga akan mendukung perkembangan reksadana syariah. "Misalnya, mulai tahun ini reksadana syariah dapat memiliki aset syariah luar negeri, hal ini dapat menarik bagi investor yang ingin berinvestasi pada aset syariah luar negeri untuk melakukan investasi pada reksadana syariah," papar dia. Di sisi lain, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate pada Januari ditambah dengan potensi penurunan lebih lanjut, juga akan meningkatkan kinerja reksadana syariah. Penurunan BI rate akan berdampak terhadap turunnya yield obligasi dan kenaikan harga obligasi. Ujung-ujungnya, reksadana syariah beraset dasar obligasi akan mengalami kenaikan harga atau capital gain. Kendati demikian, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan masih rendahnya harga minyak diperkirakan masih memberikan ancaman bagi kinerja pasar modal domestik tahun ini.