KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, termasuk dalam menggali ilmu mengenai investasi. Adagium itu menjadi pegangan Direktur PT Haloni Jane Tbk (
HALO) Juliana, yang selama dua tahun terakhir ini mendalami instrumen investasi di pasar saham. Ketertarikan Juliana terhadap saham tak lepas dari aksi korporasi yang dilakukan oleh HALO, yakni penawaran umum perdana saham alias
Initial Public Offering (IPO). Di perusahaan yang bergerak pada bidang industri barang kesehatan dari karet itu, Juliana menempati posisi sebagai direktur. Mulai dari persiapan IPO sampai sukses mengantarkan HALO melantai di Bursa Efek Indonesia pada 8 Februari 2023, Juliana merasa perlu menggali lebih dalam mengenai pasar saham. Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Harapan, Medan ini pun tekun mempelajari saham secara
learning by doing.
Juliana rajin berdiskusi dan mencerna rekomendasi dari kolega yang terlebih dulu menyelami dunia saham. "Saya suka bertanya ke teman-teman yang sudah lama (investasi saham). Jadi kami sering
sharing. Mereka kasih rekomendasi apa, saya pelajari," cerita Juliana kepada Kontan.co.id, Rabu (10/1).
Baca Juga: Warren Buffett Punya Trik Khusus untuk Ajarkan Keuangan ke Anak-Anak Bagi dia, saham merupakan instrumen investasi yang menarik. Memberikan peluang untuk meraih keuntungan besar, namun sebaliknya, ada risiko penurunan nilai secara drastis. Sehingga, krusial untuk mencermati bagaimana kondisi fundamental, momentum dan prospek kinerja emiten yang sahamnya akan dikoleksi. Mempertimbangkan hal itu, pada tahap awal Juliana mengaku selektif untuk memilih saham, dengan memilah emiten di sektor kesehatan. Terutama produsen alat kesehatan. Alasannya, Juliana lebih memahami proses bisnis dan prospek dari industri ini. Meski pandemi covid-19 sudah lewat, kata Juliana, tapi bisnis alat kesehatan tetap menjanjikan. Permintaan tetap terjaga, sejalan dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat. Setidaknya, prospek pertumbuhan tetap lebih tinggi dibandingkan sebelum masa pandemi. Apalagi, ada dorongan dan dukungan dari pemerintah untuk menggunakan alat kesehatan produksi dalam negeri, serta meningkatkan ekspor. Dus, tak heran jika Juliana menjadi salah satu direksi yang cukup getol memborong saham HALO. "Jadi untuk bisnis ini saya yakin. Karena lebih menguasai sektornya, potensi pasar dan perkembangannya seperti apa. Tentu saja, saya sambil mempelajari yang lainnya," ungkap Juliana.
Baca Juga: Komisaris Utama GoTo Gojek Tokopedia Beli 169,58 Juta Saham GOTO Membatasi Risiko Selain di sektor kesehatan, Juliana mulai melirik saham-saham perbankan yang kinerjanya punya kecenderungan tumbuh dengan stabil. Menurut Juliana, memahami proses bisnis dan prospek industri sangat penting untuk membatasi risiko. Terlebih, karakteristik Juliana merupakan investor jangka menengah hingga jangka panjang. Dia pun mengaku tidak cocok dengan instrumen yang berfluktuasi kencang dan berisiko tinggi seperti kripto. "Pernah punya, tapi sedikit. Akhirnya nggak lanjut karena saya tidak menguasai," ujar Juliana. Sesuai karakteristik tersebut, Juliana lebih tertarik kepada instrumen investasi dengan aset konvensional seperti properti dan logam mulia. Kemudian menyimpan dananya di deposito. Investasi properti cenderung lebih minim risiko, selain adanya potensi
capital gain dari kenaikan harga tanah & bangunan. Juliana memiliki beragam jenis properti, termasuk aset komersial atau ruko, yang mendatangkan pendapatan tambahan atau
recurring income dari sewa.
Baca Juga: 7 Hari Tekor 9%, Harga Emas Antam 12 Januari 2024 Naik Lagi Namun, sebagaimana memilih saham, membeli properti pun harus jeli. Supaya mendapatkan keuntungan yang maksimal, pilih lokasi yang strategis atau potensial menjadi daerah ramai.
Sedangkan untuk meminimalkan risiko, pilih pengembang properti yang terpercaya. "Perlu dilihat dulu, siapa yang bangun? perusahaan pengembang itu biasa membawa rasa aman, jadi kita berani berinvestasi," imbuh Juliana. Juliana menggambarkan, sampai saat ini properti masih mendominasi portofolio investasi atau aset yang dimilikinya. Porsi properti mencapai 80%. Sementara 20% sisanya terbagi atas saham, logam mulia dan deposito. Dia tak menutup kemungkinan, bisa jadi nantinya porsi saham akan semakin membesar. "Saat ini properti porsinya lebih besar, karena saya masih mempelajari saham. Belum tahu nanti ke depan bagaimana," tandas Juliana. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati