JAKARTA. Direktur PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan melalui tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Gugatan itu terkait perhitungan kerugian keuangan negara yang telah dilakukan BPKP dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa life time extension (LTE ) gas turbine (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan. Laporan yang dikeluarkan BPKP dinilai cacat hukum karena BPKP secara yuridis tidak memiliki wewenang untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dan laporan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang benar. Kuasa Hukum Mohammad Bahalwan, Ari Juliano Gema mengatakan, kliennya menggugat Deputi Kepala BPKP bidang Investigasi (Tergugat I) dan Tim Audit BPKP (Tergugat II) yang menerbitkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) terkait kasus dugaan korupsi pada pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan. BPKP seperti diketahui atas permintaan Kejaksaan Agung, mengeluarkan LHPKKN terkait proyek LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan yang dikerjakan Mapna Co. “Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), Laporan BPKP tersebut sudah memenuhi unsur sebagai Keputusan TUN sehingga Pengadilan TUN berwenang penuh untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa ini,” ujarnya dalam rilis yang diterima KONTAN, Jumat (6/6). Ari mengatakan laporan BPKP tersebut nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang sebagaimana dimaksud dalam UU PTUN Pasal 53 butir 2 huruf a. “Badan yang berwenang menetapkan jumlah kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badan hukum maupun perorangan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” katanya.
Direktur Mapna Indonesia gugat BPKP
JAKARTA. Direktur PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan melalui tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Gugatan itu terkait perhitungan kerugian keuangan negara yang telah dilakukan BPKP dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa life time extension (LTE ) gas turbine (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan. Laporan yang dikeluarkan BPKP dinilai cacat hukum karena BPKP secara yuridis tidak memiliki wewenang untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dan laporan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang benar. Kuasa Hukum Mohammad Bahalwan, Ari Juliano Gema mengatakan, kliennya menggugat Deputi Kepala BPKP bidang Investigasi (Tergugat I) dan Tim Audit BPKP (Tergugat II) yang menerbitkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) terkait kasus dugaan korupsi pada pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan. BPKP seperti diketahui atas permintaan Kejaksaan Agung, mengeluarkan LHPKKN terkait proyek LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan yang dikerjakan Mapna Co. “Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), Laporan BPKP tersebut sudah memenuhi unsur sebagai Keputusan TUN sehingga Pengadilan TUN berwenang penuh untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa ini,” ujarnya dalam rilis yang diterima KONTAN, Jumat (6/6). Ari mengatakan laporan BPKP tersebut nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang sebagaimana dimaksud dalam UU PTUN Pasal 53 butir 2 huruf a. “Badan yang berwenang menetapkan jumlah kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badan hukum maupun perorangan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” katanya.