Direktur penyuap Bakamla dituntut 4 tahun penjara



JAKARTA. Terdakwa pelaku suap di Badan Kemanan Laut (Bakamla), Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah dituntut 4 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Suami dari artis Ineke Koes Herawati ini juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan kedua," ujar jaksa Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/5).


Menurut jaksa, Fahmi terbukti menyuap empat pejabat (Bakamla). Pejabat pertama adalah Eko Susilo Hadi yang juga telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Eko merupakan Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla.

Sementara tiga pejabat yang lain disebut ialah Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla. Kemudian Nofel Hasan, selaku kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kasubag TU Sestama Bakamla. Saat ini, suap kepada Bambang dan Nofel juga tengah disidik oleh KPK.

Eko disebut menerima uang Sin$ 100.000, Bambang disebut menerima Sin$ 5.000, Nofel menerima Sin$ 104.500, dan Tri mendapat Rp 120 juta.

Kasus ini bermula dari tawaran Ali Fahmi atau Fahmi Habsyi kepada Fahmi Darmawansyah untuk "main proyek di Bakamla. "Jika bersedia, maka Fahmi Darmawansyah harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat memenangkan pengadaan di Bakamla dengan syarat Fahmi Darmawansyah memberikan fee sebesar 15% dari nilai pengadaan," ucap jaksa KPK, Kiki Ahmad Yani.

Lobi-lobi pun dilakukan oleh Fahmi melalui terdakwa Hardy dan Adami. Alhasil, PT Merial Esa mendapat proyek pengadaan drone dan PT MTI proyek pengadaan satelit monitoring pada September 2016.

Kemudian sekitar Oktober 2016, Kepala Bakamla Arie Soedewo meminta Eko Susilo Hadi untuk menghubungi kedua terdakwa agar jatah 2% diberikan kepada Eko. Dari situ, disepakati pula antara Eko dan dua terdakwa agar uang dibagi-bagi lagi, untuk Nofel dan Bambang masing-masing Rp 1 milyar dan untuk Eko sendiri Rp 2 miliar.

Pemberian uang pun dilakukan pada Desember 2016 yang berujung pada operasi tangkap tangan KPK. Uang senilai Rp 2 miliar dalam pecahan dollar Singapura dan Amerika diberikan Hardy dan Adami di kantor Bakamla.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia