Ada indikasi akuisisi paksa, Direktur Utama AISA lakukan walkout dari RUPS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) berjalan sengit. Saking sengitnya, Direktur Utama AISA Joko Mogoginta memilih walkout dari RUPS tersebut.

Joko melakukan aksi walkout dari rapat tersebut pada pukul 19.30 WIB. Informasi yang didapat Kontan.co.id mengatakan, Joko melakukan walkout sebelum keputusan agenda pergantian direksi.

Joko menuding ada upaya pengambilalihan paksa atau hostile take over Tiga Pilar Sejahtera oleh oknum pemegang saham. "Ini jelas hostile takeover. Saya membangun dari 26 tahun yang lalu. Ini hostile takeover," tandasnya, Jumat (27/7).


Hostile takeover ini adalah pengambilalihan perusahaan secara paksa oleh perusahaan lain dengan mempengaruhi pemegang saham untuk mengganti manajemen perusahaan tersebut. 

Joko juga mengatakan, Komisaris Utama AISA Anton Apriantono sempat ditekan oleh salah satu pemegang saham untuk mencabut tanda tangan laporan tahunan AISA. Namun, mantan Menteri Pertanian itu menolak. "Ditekan ya, tadi pak Anton sudah menjelaskan ditekan untuk membuat kesepakatan. Ini menjadi skenario yang sangat-sangat jahat dan busuk," kata Joko.

Sebelumnya, Kontan.co.id memperoleh informasi jika pemegang saham akhirnya menolak laporan tahunan AISA. Sebanyak 60,49% suara menolak laporan tahunan AISA tahun buku 2017. Hanya sebesar 39,51% suara yang setuju.

Belum jelas apa alasan utama penolakan tersebut. Tapi, berdasarkan catatan Kontan.co.id, memang ada yang aneh dengan laporan tahunan AISA.

Keanehan yang dimaksud adalah, adanya transaksi dan piutang AISA senilai lebih dari Rp 2 triliun ke beberapa perusahaan yang dinilai terafiliasi dengan Direktur Utama Joko Mogoginta. 

Data Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM setidaknya menunjukkan afiliasi itu.

Persoalannya, transaksi tersebut tidak dicatat sebagai transaksi afiliasi melainkan pihak ketiga. Di sisi lain, transaksi tersebut juga dilakukan pada saat AISA berkutat dengan utang. 

Alih-alih untuk menyelesaikan utang, dana di perusahaan tersebut digunakan untuk aktivitas lain. Apalagi, nilainya mencukupi untuk melunasi utang bunga obligasi sehingga tak harus sampai gagal bayar. Dus, aktivitas inilah yang dinilai berpotensi melanggar prinsip good corporate governance (GCG).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi