KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat Reformasi berdentum pada tahun 1998, di tahun yang sama, Rudolf Parningotan Nainggolan mulai serius menggeluti investasi. Pada mulanya, Rudolf masih bermain aman dengan menyisihkan sebagian dana ke deposito. Seiring berjalannya waktu, pria yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk (GHON) sejak tahun 2001 ini menebar jala ke berbagai instrumen investasi. Rudolf melakukan langkah ini secara selektif. Dia teliti membagi instrumen investasi ke dalam tiga kategori. Pertama, investasi dengan profil risiko yang relatif rendah (low risk). Obligasi negara seperti seri fixed rate, obligasi korporasi, serta investasi konvensional semacam tanah, ruko dan gudang menjadi favorit Rudolf.
Investasi Sekaligus Riset
Meski dengan porsi yang mini, tapi Rudolf juga gemar memburu saham di bursa Amerika Serikat. Saham yang ia incar berada di sektor teknologi, terutama perusahaan yang melakukan disrupsi, mendobrak industri dan menjadi trend setter. Tak sekadar mencari cuan, Rudolf melakukan aksi ini untuk sekalian belajar, riset tentang industri teknologi yang berkembang sangat cepat. "Kalau cuma teori itu nggak ada greget-nya. Harus mengerti juga di dalamnya itu seperti apa? Siapa pemain utamanya? Biar enggak ketinggalan," kata Rudolf. Bagi pria kelahiran Serang, 8 Juli 1970 ini, investasi dan riset itu saling berkelindan. Sebelum berinvestasi, wajib melakukan riset untuk meminimalkan risiko. Di sisi yang lain, instrumen investasi yang dipilih juga bisa menjadi media riset. Yakni sebagai bagian dari pengumpulan informasi dan data untuk pengembangan bisnis jaringan dan infrastruktur telekomunikasi, yang sudah digeluti selama tiga dekade terakhir. Contohnya saat membeli tanah, ruko atau gudang, Rudolf sekalian mengukur sejauh mana tingkat pertumbuhan di wilayah tersebut. Baca Juga: Satgas PASTI OJK Minta Ahmad Rafif Raya Bertanggung Jawab Atas Kerugian Korbannya Kemudian, memetakan infrastruktur telekomunikasi seperti apa yang dibutuhkan dan bisa berkembang di wilayah tersebut. "Misalnya beli gudang atau ruko di area yang ramai, mungkin di sana perlu fiber optic. Jadi bisa sekalian tahu pertumbuhan ekonomi di sana seperti apa," terang Rudolf. Lagipula, Rudolf juga gemar investasi tanah dan properti. Dari penyewaan ruko dan gudang, dia bisa mengantongi pendapatan berulang (recurring income). Belum lagi dari potential return jika aset tersebut akan dijual. Potensi keuntungannya cukup menggiurkan. Rata-rata bisa mencapai tujuh-delapan kali lipat dalam kurun waktu sekitar 15 tahun-20 tahun, tergantung wilayah. Area yang strategis seperti di Bali bisa mendatangkan return lebih besar, dalam waktu yang lebih singkat.- Low risk (obligasi negara, obligasi korporasi, tanah, ruko & gudang) => 60%
- Medium risk (reksadana, terutama pasar uang) => 30%
- High risk (saham) => 10%