Direktur Utama GHON Rudolf Parningotan Nainggolan: Investasi Tak Bisa Disambi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat Reformasi berdentum pada tahun 1998, di tahun yang sama, Rudolf Parningotan Nainggolan mulai serius menggeluti investasi. Pada mulanya, Rudolf masih bermain aman dengan menyisihkan sebagian dana ke deposito.

Seiring berjalannya waktu, pria yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk (GHON) sejak tahun 2001 ini menebar jala ke berbagai instrumen investasi. Rudolf melakukan langkah ini secara selektif.

Dia teliti membagi instrumen investasi ke dalam tiga kategori. Pertama, investasi dengan profil risiko yang relatif rendah (low risk). Obligasi negara seperti seri fixed rate, obligasi korporasi, serta investasi konvensional semacam tanah, ruko dan gudang menjadi favorit Rudolf.


Kedua, investasi dengan risiko sedang (medium risk). Reksadana, terutama pasar uang, menjadi pilihan Rudolf di bagian ini. Ketiga, investasi dengan risiko relatif tinggi (high risk), dimana Rudolf memasukkan saham ke dalam kategori ini.

Baca Juga: Grup Djarum Jadi Konglomerasi Paling Aktif Akuisisi Tahun Ini, Salim Paling Besar

Rudolf lebih senang memilih investasi yang low-medium risk. Jika digambarkan, instrumen low risk mengisi sekitar 60% dari total portofolio investasi Rudolf. Porsi medium risk sebanyak 30%, dan 10% sisanya diisi oleh instrumen yang high risk.

Sebagai investor yang bersifat moderat, anak ketiga dari empat bersaudara ini berpegang pada prinsip pegang kendali pada investasi yang dimiliki. Prinsip inilah yang memandu Rudolf untuk mengantisipasi risiko kerugian.

"Jadi untuk membuat portofolio risk, penting untuk menilai sejauh mana kita bisa memegang kendali atas investasi yang dipilih. Sehingga risiko dan gambling-nya tidak lebih besar," ujar Rudolf kepada Kontan.co.id, Kamis (4/7).

Baca Juga: Timothius Martin, CMO Pintu: Disiplin Penting Untuk Menjaga Nilai Investasi

Prinsip itu yang menjadi pertimbangan mengapa Rudolf tak menjaring saham dalam porsi yang besar. Lantaran dalam spektrum pasar yang begitu luas dan kompleks, pergerakan harga saham akan di luar kendali investor.

Apalagi, di tengah berbagai kesibukannya, Rudolf tak punya banyak waktu untuk menyusun strategi di pasar saham. "Kalau mau benar-benar investasi di saham, harus punya waktu dan passion, karena enggak bisa menyambi," ujar Rudolf.

Rudolf pun sangat selektif, dan memprioritaskan saham dari emiten yang pemilik atau manajemennya sudah dia kenal. Sehingga ada trust yang terbangun bahwa manajemen bisa membawa perusahaan tumbuh dan mengembangkan bisnisnya.

Baca Juga: Kenali Ciri-Ciri Saham yang Jadi Incaran Warren Buffett

Investasi Sekaligus Riset

Meski dengan porsi yang mini, tapi Rudolf juga gemar memburu saham di bursa Amerika Serikat. Saham yang ia incar berada di sektor teknologi, terutama perusahaan yang melakukan disrupsi, mendobrak industri dan menjadi trend setter.

Tak sekadar mencari cuan, Rudolf melakukan aksi ini untuk sekalian belajar, riset tentang industri teknologi yang berkembang sangat cepat. "Kalau cuma teori itu nggak ada greget-nya. Harus mengerti juga di dalamnya itu seperti apa? Siapa pemain utamanya? Biar enggak ketinggalan," kata Rudolf.

Bagi pria kelahiran Serang, 8 Juli 1970 ini, investasi dan riset itu saling berkelindan. Sebelum berinvestasi, wajib melakukan riset untuk meminimalkan risiko. Di sisi yang lain, instrumen investasi yang dipilih juga bisa menjadi media riset.

Yakni sebagai bagian dari pengumpulan informasi dan data untuk pengembangan bisnis jaringan dan infrastruktur telekomunikasi, yang sudah digeluti selama tiga dekade terakhir. Contohnya saat membeli tanah, ruko atau gudang, Rudolf sekalian mengukur sejauh mana tingkat pertumbuhan di wilayah tersebut.

Baca Juga: Satgas PASTI OJK Minta Ahmad Rafif Raya Bertanggung Jawab Atas Kerugian Korbannya

Kemudian, memetakan infrastruktur telekomunikasi seperti apa yang dibutuhkan dan bisa berkembang di wilayah tersebut. "Misalnya beli gudang atau ruko di area yang ramai, mungkin di sana perlu fiber optic. Jadi bisa sekalian tahu pertumbuhan ekonomi di sana seperti apa," terang Rudolf.

Lagipula, Rudolf juga gemar investasi tanah dan properti. Dari penyewaan ruko dan gudang, dia bisa mengantongi pendapatan berulang (recurring income). Belum lagi dari potential return jika aset tersebut akan dijual.

Potensi keuntungannya cukup menggiurkan. Rata-rata bisa mencapai tujuh-delapan kali lipat dalam kurun waktu sekitar 15 tahun-20 tahun, tergantung wilayah. Area yang strategis seperti di Bali bisa mendatangkan return lebih besar, dalam waktu yang lebih singkat.

Meski investor moderat yang cermat mengantisipasi risiko, tapi bukan berarti Rudolf tak pernah mengalami rugi. Saat pasar belum stabil pada tahun 2021, Rudolf mengaku pernah boncos 30%-40% di reksadana serta di saham yang baru listing pada tahun 2022.

"Anggap saja uang belajar, tambah ilmu dan pengalaman. Yang penting kita kerja dan investasi sesuai passion, karena ada filosofi: di mana hatimu berada, di situlah hartamu ada," tandas Rudolf.

Gambaran portofolio investasi:

  • Low risk (obligasi negara, obligasi korporasi, tanah, ruko & gudang) => 60%
  • Medium risk (reksadana, terutama pasar uang) => 30%
  • High risk (saham) => 10%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati