KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Zulkifli Zaini buka-bukaan persoalan utang yang membengkak dalam beberapa tahun terakhir. Zulkifli mengungkapkan, dalam periode-periode terdahulu investasi PLN dalam setahun bisa mencapai Rp 120 triliun, angka ini kemudian dipangkas menjadi Rp 100 triliun per tahun. Belakangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta agar PLN memangkas biaya investasinya.
"Pada masa kami Kementerian BUMN meminta dari Rp 100 triliun diturunkan menjadi Rp 78 triliun ditahun ini," kata Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI, Rabu (1/9).
Baca Juga: Ketersediaan infrastruktur jadi tantangan pemanfaatan gas bumi di Indonesia Zulkifli mengungkapkan, dengan berbagai program ketenagalistrikan maka kebutuhan investasi Rp 78 triliun pun masih belum bisa dipenuhi seluruhnya dari cash PLN. Menurutnya, dengan kondisi tersebut, PLN harus meminjam dari perbankan. "Kalau bapak ibu lihat kenapa PLN itu punya pinjaman bank sampai hampir Rp 500 triliun karena memang cashflow PLN tidak cukup untuk biayai investasi Rp 100 triliun tiap tahun padahal labanya hanya Rp 5 triliun," ungkap Zulkifli. Zulkifli mengungkapkan, demi mengatasi kondisi ini sejatinya kenaikan tarif listrik bisa menjadi solusi demi memangkas selisih dengan biaya penyediaan listrik yang terus meningkat. Apalagi sejak 2017 lalu, belum ada kenaikan tarif yang dilakukan pemerintah. Namun, Zulkifli memastikan menaikan tarif pada kondisi pandemi covid-19 yang masih berlangsung jelas bukan langkah yang tepat. Zulkifli melanjutkan, PLN kerap dikritisi karena dianggap memonopoli bidang usaha ketenagalistrikan namun masih tetap merugi. Menanggapi hal ini, dirinya menjelaskan dengan besaran utang yang mencapai Rp 500 triliun maka bukan perkara mudah bagi PLN. Apalagi, PLN menjalankan investasi dalam beberapa tahun terakhir dengan merujuk pada asumsi pertumbuhan konsumsi listrik 7% hingga 8%. Pada kenyataannya, konsumsi listrik kini hanya ada dikisaran 4,5%.
Baca Juga: Infrastruktur jadi tantangan pemanfaatan gas di sektor kelistrikan "Sejak tahun lalu kami over suplai, kami juga beli listrik dari Independent Power Producer (IPP) dengan skema take or pay, harus tetap bayar kelebihan listrik," jelas Zulkifli. Selain over suplai listrik, Zulkifli mengakui pihaknya juga kini tengah dihadapkan pada kondisi over suplai pasokan gas dimana PLN periode terdahulu melakukan kontrak jangka panjang untuk kebutuhan gas yang jauh diatas realisasi kebutuhan konsumsi yang ada. Zulkifli mengungkapkan ditengah kondisi ini, komponen pembentuk biaya penyediaan listrik terus mengalami kenaikan seperti harga minyak dan batubara. Beruntungnya, untuk batubara, PLN dilindungi dengan harga US$ 70 per ton.
Editor: Noverius Laoli