Sejak duduk di bangku kuliah, Jitendra Virwani sudah berminat menggeluti bisnis properti. Di sela kuliah, ia acap mendekati lokasi proyek properti milik ayahnya. Hingga akhirnya, sang ayah pun melibatkan Jitendra dalam pengerjaan proyek properti. Tak mau di bawah bayang-bayang sang ayah, Jitendra lalu nekat mendirikan perusahaan properti sendiri dengan modal pinjaman dari temannya. Nasibnya mujur. Bisnis properti dia pun perlahan membesar. Jitendra Virwani saat ini sudah masuk golongan miliarder India. Namanya masuk ke dalam jajaran pengusaha elite real estate di negara tersebut. Lewat kapal bisnisnya, Embassy Development Group, ia kini mengantongi kekayaan sebesar US$ 1,74 miliar. Kesuksesan Jitendra di bisnis properti mungkin bukan sesuatu yang mengejutkan. Sebab, sang ayah juga pengusaha di sektor yang sama. Namun, Ia tak mau di bawah bayang-bayang sang ayah.
Dengan kondisi ekonomi keluarga yang berkecukupan, kehidupan Jitendra muda memang tidak terlalu berat. Ia bisa menikmati bangku sekolah dengan mudah. Namun ini sempat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan karakternya. Pada tahun 1982, Jitendra terdaftar di perguruan tinggi. Namun memiliki ayah yang seorang pengusaha, ia menjadi anak manja bahkan cenderung pemalas. Sebagian besar waktunya banyak dihabiskan untuk hal-hal di luar pendidikan, seperti pergi berpesta dan nonton film. Perlahan, ia mulai bosan dengan kehidupannya. Di tengah kebosanan, sesekali ia datang ke lokasi proyek ayahnya. Kebiasaan ini menumbuhkan ketertarikan pada bisnis real estate. Sang ayah tak lantas setuju anaknya kerap di lokasi proyek dan bukannya belajar di kampus. Beberapa kali, Jitendra diusir. Toh, tetap saja ia akan datang kembali ke tempat tersebut. Melihat anaknya yang keras kepala, sang ayah mulai meluluh. Ia pun mengizinkan Jitendra datang ke proyek namun dengan sejumlah syarat. Misal, membantu mengerjakan tugas yang berhubungan dengan adminstrasi dan birokrasi yang rumit. Hal ini secara tak langsung memberikan pelajaran berharga bagi Jitendra. Perkenalan dengan sejumlah dinas pemerintah perlahan-lahan membuka koneksi yang dikemudian hari akan memudahkan perjalanan bisnis Jitendra. Melihat kesungguhan Jitendra belajar bisnis real estate, sang ayah mulai lebih banyak membuka jalan. Sembari tetap mewajibkan menyelesaikan pendidikan, Jitendra mulai lebih rutin diberi kepercayaan membantu perusahaan. Hal ini membuatnya punya kesempatan untuk lebih mendalami bisnis tersebut. Tapi Jitendra muda masih memiliki sifat yang sama, ia mudah merasa bosan. Namun kali ini bukan bosan bekerja di dunia properti, melainkan pada posisinya yang berada di bawah bayang-bayang sang ayah. Sejak tahun 1992, ia mulai mencari cara untuk bisa memiliki bisnis real estate sendiri. Berbekal jaringan yang ia miliki, Jitendra pun nekat mendirikan bisnis properti sendiri. Pada 1993, ia mendirikan Embassy dengan modal pinjaman sebesar US$ 50,000 dari kawan-kawannya. Jalan bisnis Embassy terbuka saat Jitendra bertemu dengan Vikram Kirloskar. Vikram adalah salah satu anggota keluarga Kirloskar yang merupakan golongan konglomerat di India. Vikram saat ini CEO dari perusahaan joint venture antara Kirloskar dengan Toyota.
Jitendra menawarkan sebuah gedung yang sedang ia bangun di sekitar bandara Bangalore yang strategis kepada Vikram seharga Rs 850 per kaki persegi. Transaksi berjalan mulus dan Jitendra meraih kesuksesan pertama. Tak sampai di situ, lini bisnis Grup Kirloskar pun mulai disasar. Ia berhasil menjual beberapa properti ke beberapa perusahaan milik mitranya ini. Sebut saja Kirloskar Oil Engines Ltd hingga Kirloskar Pneumatic Company Ltd. Dari sana, nama Embassy makin dikenal di dunia real estate India. Berbagai perusahaan dari sejumlah sektor industri pun berhasil digaet menjadi tenant di bangunan yang ia dirikan. n (Bersambung)
Editor: Tri Adi