KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan digitalisasi semakin pesat hampir di seluruh sektor bisnis, termasuk perbankan. Hal ini mendorong banyak bank melakukan transformasi digital, bahkan marak muncul bank digital. Transaksi-transaksi di perbankan semakin bergeser ke non tunai. Sebagian besar transaksi saat di bank saat ini sudah dilakukan lewat sudah dilakukan secara digital. Kendati begitu, Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melihat kebutuhan akan transaksi tunai masih tetap besar. Oleh karena itu, bank ini melihat peran ATM masih sangat diperlukan saat ini. Begitupun dengan keberadaan kantor cabang, belum bisa dihilangkan meskipun perkembangan digital sangat pesat.
Transaksi di BCA saat ini sudah 99,8% sudah dilakukan di luar kantor cabang. Dari angka itu, sebanyak 86,4% dilakukan lewat mobile banking, intenet banking dan MyBCA. Sisanya 13,4% dilakukan lewat ATM. Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, transaksi lewat ATM masih tinggi meskipun trennya memang menurun. Menurutnya, itu menandakan bahwa masyakakat Indonesia masih belum bisa sepenuhnya menjadi
cashless society. Baca Juga: Dana murah yang mengalir ke bank besar meningkat pesat "Jadi rupanya kebutuhan cash masih dibutuhkan dengan melihat data transaksi ATM tersebut. Dan yang lebih menarik lagi, ternyata masih ada 0,2% yang datang melakukan transaksi ke kantor cabang," kata Jahja dalam webinar OJK Institute, Kamis (14/10). Jahja mengungkapkan, alasan nasabah masih datang ke kantor cabang untuk melakukan transaksi baik setoran atau penarikan uang dalam jumlah besar. Jumlah transaksinya memang sedikit namun nilainya setiap transaksi sangat besar bisa mencapai miliaran rupiah. Kebutuhan untuk transaksi besar tersebut saat ini masih belum bisa diadopsi pada pembayaran digital. Bahkan transaksi lewat ATM juga ada batasannya karena ada prinsip kehatian-hatian yang harus diterapkan perbankan misalnya mencegah money loundry. Kedua, banyak transaksi yang harus dilakukan melalui kantor cabang. Misalnya, nasabah yang secara historis selalu melakukan transaksi trandisional tidak akan bisa untuk dipaksa pindah ke digital. Apalagi banyak yang masih menyukai transaksi dengan giro. Ada giro mundur yang bisa dipindahtangankan dan itu pastinya masih membutuhkan proses offline. "Selain giro, ada juga transaksi-transaksi lain seperti uang tunai valas, transaksi safe deposit box dan lain-lain yang harus membutuhkan datang ke cabang," kata Jahja. Ketiga, tidak semua kredit bisa dilakukan lewat digital. Jahja menjelaskan, ada banyak jenis-jenis kredit saat ini ada KPR, KKB, kredit komersial, SME dan korporasi. Layanan digital tidak bisa melayani semua jenis kredit tetapi relatif hanya untuk kredit konsumer dan mikro saja untuk saat ini. "Kalau memberikan kredit secara individu masih bisa kita analisis lewat mesin learning terkait habit atau karakteristik oarang-orang itu. Tetapi kalau sudah perusahaan, tidak bisa begitu. Bank harus kenal siapa pemilik perusahaannya, apa bisnisnya dan lain-lain. Jadi saat itu masih belum bisa mengadopsi digital," tutur Jahja.
Dari alasan tersebut, BCA melihat peran kantor cabang masih sangat diperlukan di tengah era digitalisasi ini. Oleh karena itu, Jahja menilai, bank-bank konvensional harus melakukan evaluasi diri sendiri. Jika memang tingkat kunjungan nasabah ke kantor cabang sudah berkurang maka bisa mengurangi jaringan kantornya. Namun, jika masih ada kebutuhan seperti yang dihadapi BCA maka keberadaan kantor cabang masiha akan terus dipertahankan. Bahkan, BCA masih akan menambah kantor di titik-titik yang pertumbuhan ekonomi masih bagus. Hanya saja, BCA akan melakukan transformasi pada operasional kantor cabanganya menyesuaikan dengan kebutuhan agar tetap efisien seperti membuat kantor lebih ramping dan banyak menghilangkan peran
back office. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi