KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam berinvestasi, Rudolf Nainggolan melakoni dua cara sekaligus: investasi aktif dan investasi pasif. Direktur Utama PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk ini mulai serius berinvestasi sejak 1996 silam. Investasi aktif dilakukan dengan merintis bisnis bersama rekan. Lima tahun kemudian, ia semakin berani membangun usahanya sendiri di bidang teknologi telekomunikasi. Pria lulusan Fakultas Teknik Elektro di Institut Teknologi Surabaya ini mendirikan Gihon Telekomunikasi dengan modal Rp 50 juta. Menyadari adanya risiko dalam berbisnis, Rudolf pun melakukan investasi pasif di instrumen properti. "Aset properti bisa menjadi
bumper kalau terjadi sesuatu di bisnis saya. Kalaupun tidak dijual, setidaknya properti yang saya miliki masih bisa disewakan," kisah Rudolf kepada KONTAN, belum lama ini.
Sang ibu, yang adalah seorang pengusaha beras dan gula, menjadi inspirasi Rudolf dalam memilih instrumen investasi properti. "Ia konsisten menyisihkan pendapatan setiap hari sekitar Rp 250.000 sampai Rp 500.000 yang nantinya dibelikan rumah," kenang Rudolf. Ia membeli rumah pertama di kawasan Gading Serpong, Tangerang. Rumah tersebut dibeli seharga Rp 69,9 juta. Kini, nilai rumah yang kerap disewakan itu bernilai Rp 1,9 miliar. Lalu pada 2003, dia kembali membeli rumah di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD). Sepuluh tahun kemudian, dia membeli lagi sebuah rumah di kawasan Pondok Indah. Rudolf juga membeli sejumlah rumah toko (ruko) di BSD dan Bintaro. "Prinsip saya, selalu membeli properti di kawasan yang bagus dan mahal. Saya percaya, kunci keberhasilan investasi properti, ada pada
track record pengembangnya," imbuh dia. Meski properti bukan instrumen investasi yang likuid, ia yakin aset ini bisa jadi investasi jangka panjang yang menjanjikan. Diversifikasi Di sisi lain, Rudolf juga menyadari pentingnya diversifikasi investasi. Investasi di aset likuid tetap diperlukan. Itu sebabnya, Rudolf juga berinvestasi di reksadana saham dan reksadana campuran. Reksadana dipilih lantaran instrumen ini dikelola oleh manajer investasi. Sehingga, pengelolaannya tak perlu waktu khusus dibandingkan investasi langsung di saham. Selain itu, Rudolf juga menyebar portofolionya pada instrumen surat utang seperti
medium term notes (MTN), Obligasi Ritel Indonesia (ORI) atau pun obligasi korporasi bertenor tiga tahun,
time deposit berjangka kurang dari setahun dan emas batangan.
Rudolf mengakui, imbal hasil investasi pasifnya memang tak semujur dulu. Contohnya, pasar properti sebelum tahun 2014 masih sangat bergairah. Kala itu, nilai portofolio investasinya secara keseluruhan bisa tumbuh 15%–20%. "Kalau sekarang, tumbuh 10% per tahun sudah bisa dibilang bagus," kata dia. Dia juga pernah punya pengalaman buruk dalam berinvestasi, khususnya investasi tanah. Rudolf pernah merugi hingga miliaran rupiah lantaran tanah seluas satu hektare yang dibelinya diklaim milik orang lain. "Kejadiannya tahun 2003 dan 2013. Lokasi tanahnya ada di Bogor dan Serang. Sampai sekarang saya ikhlaskan saja," keluh dia. Meski begitu, pria berusia 47 tahun ini tak serta merta kapok berinvestasi. Hanya saja, ia jadi lebih berhati-hati. Dalam berbisnis dan berinvestasi, ia punya motto,
"from zero to hero". Artinya, berapapun penghasilan yang ada, selalu ingat untuk menyisihkan sebagian demi investasi. Selain itu, Rudolf juga memegang teguh prinsip untuk memisahkan keranjang dana untuk investasi dan bisnis. "Sebagai pengusaha, saya sangat ketat dalam mengelola keuangan. Jangan pernah coba-coba memakai uang investasi pasif untuk investasi aktif," tegas dia.
Editor: Sanny Cicilia